Sabtu, 18 Juli 2020

#DiRumahAja : Ceritain Orang Lain



Meski menceritakan diri sendiri tiada habisnya, bagiku menceritakan orang lain juga sama, tiada habisnya, selalu saja ada topik hangat yang layak untuk diperbincangkan. Ini tentangnya beberapa tahun silam, aku sengaja menulisnya agar setiap kubaca kembali, aku bukan saja mengingat kisahnya namun secara otomatis juga mengingat senyum tipis nan menawannya, aduhai manis sekali. Namanya tak akan kutuliskan di sini, alasannya biarlah semua berjalan semestinya. 

Dia yang tak kusebutkan namanya, telah membuat detak jantungku berdebar dua kali lebih cepat dari biasanya. Itu pertemuan pertama kami, di ruangan berukuran 7 x 8 meter. Terlalu cepat, hingga berlalu begitu saja. Hari – hari berikutnya, senin sampai sabtu aku beryukur dapat leluasa memandanginya meski dibeberapa kesempatan aku harus mencuri tatap. Gerak – geriknya selalu kuperhatikan, bagiku setiap jengkal yang ada di dirinya menjadi daya tariknya, buktinya aku terpedaya mungkin begitu juga dengan perempuan lain saat melihatnya. Jaket oranye yang selalu ia kenakan menjadi salah satu ciri khasnya, selain wajah Tionghoanya. Ah sial, kini wajahnya memenuhi sel-sel otakku. Di beberapa kegiatan, aku menjadi bagian dari kelompoknya. Senang betul rasanya, selain mempunyai akses untuk mengobrol tanpa hambatan, aku bisa memandanginya secara dekat. Mantap.

Awalnya aku minder, sebab ia salah satu murid yang pandai, tapi semua itu musnah saat aku dan anggota lain termasuk ia di dalamnya melebur memecahkan tugas dari guru dan berhasil menjawabnya dengan baik dan benar. Perfect!. Wajahnya semringah saat kelompok kami disebutkan menjadi kelompok terbaik. Ia menatapku, lagi lagi dengan senyumnya, mengisyaratkan bahwa kerja sama yang bagus kawan. Aku membalas senyumnya, senyum paling manis pastinya. Waktu terus berjalan, aku dan dia semakin dekat, tak jarang saat aku membawa tas laptop yang cukup berat ia selalu membantu membawanya, seringnya sedikit memaksa, lucu sekali. Katanya, laki-laki harus membantu perempuan, apalagi perempuan yang sedang membawa beban berat, ucapnya kala itu. Aku? Ya mau tidak mau menyerahkan tas laptop itu kepadanya. Ia berjalan lebih dulu bersama teman laki-laki lainnya ke lab komputer, sedangkan aku berjalan di belakangnya bersama teman-teman perempuan lainnya. Kulihat dua tiga dari teman sekelasku berbisik-bisik, matanya tajam melihatku yang tasnya dibawakan olehnya. Aku cuek, toh aku tidak memaksa dan memintanya untuk membawakannya. Semakin hari hubungan kami semakin dekat, kalau ditanya tentang perasaan, sejak melihat ia pertama kali aku sudah jatuh hati hahaha. Suatu ketika, saat ia sedang membawakan tas laptopku seorang teman perempuan yang memang sejak awal kedatanganku di kelasnya tidak menyukaiku, mengambil alih tas laptop dari tangannya, aku kaget begitupun dengannya, perempuan yang berinisial sama sepertiku itu lalu berbicara “Lagian ngapain sih dibawain, kan si Ade juga bisa bawa sendiri” sambil berlalu membawa laptopku ke lab komputer. Aku dengannya bersitatap lalu menaikan bahu, tidak tahu menahu. Beberapa waktu kemudian kuketahui perempuan itu juga menyukainya amat sangat malah, namun pada akhirnya aku mendapati foto pernikahannya dengan sahabat dari yang tidak bisa kusebutkan namanya ini selepas perpisahan lalu, hahaha dunia oh dunia!

Singkat cerita, setelah dekat dan sering berkirim pesan melalui SMS atau pesan di facebook pada zamannya, lalu komunikasi lainnya. Aku sadar diri, bahwa aku dengannya sudah terlalu jauh semisal bertujuan memiliki hubungan lebih dari teman. Ya, aku memutuskan untuk menjauhinya secara perlahan saat itu, sejak kuketahui keyakinannya berbeda denganku. Aku kalah sebelum bertarung, kalah, telak. Mungkin sudah dari awal aku kalah, tapi aku masih bebal untuk terus mencoba dan lihat hasilnya kau kalah juga Ade :’) itu patah hati pertamaku.

Ahiya, ia juga menjadi orang pertama yang mengubah perspektifku tentang paras Tionghoa. Tidak bermaksud SARA, lebih jauh dari itu ini tentang selera, tipikal. Dulu, aku melihat lelaki berparas Tionghoa ya biasa saja, meski kata orang lain tampan rupawan dengan segala halnya, bagiku ya sudah biasa saja tidak ada yang perlu banyak dikatakan, biasa saja, cukup. Sampai aku bertemunya dan aku jatuh hati dengannya. Semua pandanganku tentang paras Tionghoa akhirnya berubah haluan menjadi seperti kata orang lain yang dulu selalu mereka katakan, tampan, rupawan seperti pada umumnya. Aku tidak lagi memukul rata, tapi lebih dari itu, aku mengakui dengan cara pandang yang baru.

Setahun dua tahun setelah lulus aku masih bisa memantaunya melalui media sosial, sialnya, acap kali aku melihat fotonya aku lantas ikut tersenyum, seakan-akan senyumnya hanya tertuju padaku, padahal senyumnya untuk siapa saja yang melihat fotonya, hahaha dasar kepedean! Ya, hanya sebatas melihatnya, menyukai hasil jepretannya tanpa pernah berani mengucap aku juga menyukai dirimu, hei!. Tahun kedua setelah lulus, aku direncanakan operasi. Bagi yang pernah membaca ceritaku sebelumnya, tentu tahu aku akan operasi apa :). Dua tiga hari sebelum operasi berlangsung, aku mengirim permohonan doa di grup WhatsApp alumni kelasku, tujuannya tentu untuk mendoakan operasiku agar berjalan dengan lancar dan selamat. Hari selasa, H-1, Ada notifikasi masuk di ponselku, aku bertanya-tanya, nomor siapa ini? cepat-cepat kubuka, betapa langsung tersenyum dan berbunga-bunganya hatiku saat kudapati ternyata pesan darinya. Seingatku isinya seperti ini

 “Hai Ade, semoga besok operasinya lancar dan cepat sembuh ya :)lalu tanda strip namanya. Aku seperti dapat asupan semangat berkali-kali lipat, bahagia sekali.

Usai operasi dan masuk dalam tahap pemulihan, beberapa perwakilan dari teman sekelasku hendak membesukku di rumah. Mungkin dua minggu setelah aku pulang dari rumah sakit. Aku bertanya kepada temanku di grup whatApps tentang rencananya ke rumahku, mereka bilang belum tau, alih-alih membuat surprise, sore harinya di hari yang sama mereka datang ke rumahku tanpa mengatakan apapun. Tiba-tiba ketuk pintu, memanggil namaku, lalu masuk dan memberiku buah tangan. Aku senang sekaligus malu, betapa kumal dan acak-acakannya aku saat mereka melihatku. Di akhir, aku juga foto bersama mereka, lebih tepatnya dipaksa dan mereka menguploadnya ke grup WhatsApps kelas, menyebalkan!.

Setelah mereka pulang, ponselku berbunyi, pesan masuk darinya terpampang di layar kaca. Rasa sakit yang sedang aku rasakan bekas operasi berangsur-angsur mereda, sesaat aku membaca pesannya, ajaib. 

“Ade maaf gue gabisa ikut besuk kerumah lu, semoga cepat sembuh ya de :)
Walau hanya itu, untuk sekali lagi, pertahananku kembali runtuh.

Sebenarnya bagian ini merupakan bagian klimaks dari cerita ini.
Setelah aku mengetahui ia berbeda keyakinan denganku, daftar doaku bertambah satu, apalagi kalau bukan mendoakan dirinya, ini doa yang berbeda. Sebab, aku mendoakannya khusus agar ia semoga mendapat hidayah dan berpindah keyakinan. Terdengar tidak waras memang, tapi itulah nyatanya hahaha. Sayang saat itu aku kurang spesifik berdoanya hingga……saat tahun ketiga selepas lulus sekolah, aku mendapati informasi yang tentunya valid, bahwa ia berpindah keyakinan. Saat pertama kali mendengarnya aku kaget, selanjutnya senang karena doa yang kurapalkan di setiap salat wajib dan sunnahku dikabulkan sang Pencipta, masyaAllah keutamaan doa memang LUARRRR BIYASA. Berikutnya perasaanku seperti tak jelas, sejak tahu kalau ia berpindah keyakinan dan keyakinan barunya masih berbeda dengan keyakinanku :’). Dari sini aku mengambil hikmah positif bahwa jika kau berdoa, berdoalah dengan jelas dan spesifik. Di tahun ketiga itu juga, untuk pertama kalinya lagi kami dipertemukan dalam acara buka bersama teman sekelas dahulu, saat melihatnya untuk sekali lagi, cuplikan-cuplikan memori zaman dulu seakan diputar kembali. Gatau lagi mau berkata apa, senyumnya masih sama, masih memakai kacamata yang berbeda postur tubuhnya kini lebih gagah dan kekar, bahkan saat menulis kisah ini aku reflek membuka file foto bersama kami dan teman-teman lainnya di acara itu hahaha. Amazing.

Empat tahun berlalu, kelak semoga aku, dirinya dapat bertemu atau dipertemukan kembali entah di acara pernikahanku atau pernikahannya, tidak ada yang tahu bukan? Jadi yang sudah berlalu biarlah berlalu, biarlah ia abadi hanya dalam tulisan ini. 

Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar