Jujur saja, sebenarnya aku
tak kuasa jika harus melanjutkan kisah-ku pasca Operasi Skoliosis. Peristiwa
itu benar-benar menguras perasaan jika harus diingat kembali detail fase per fasenya.
Akan tetapi, aku sudah terlanjur berkata di postingan sebelumnya untuk
melanjutkan kisahnya dan karna begitu banyaknya antusiasme dari orang sekitar agar aku segera menuliskannya.
Maka sebelum ingatan-ku memudar, dengan besar hati dan ditemani alunan lagu Hero
– Mariah Carey. Atas nama masa lalu mari aku lanjutkan ceritanya.
Waktu itu, Rabu 13 Januari 2016, selama 9 jam lebih lamanya aku menjalani Operasi
Skoliosis ( Koreksi tulang belakang dengan di pasangnya pen ). Setelah Operasi
selesai aku langsung di pindahkan ke Ruang ICU ( Intensive Care Unit ) untuk mendapatkan
perawatan lebih intensif.
Sehari kemudian tepatnya Kamis 14 Januari 2016, aku baru siuman. Berat sekali saat membuka mata
untuk pertama kali pasca Operasi. Mata-ku rasanya masih amat mengantuk karna
evek obat bius. Dengan keadaan melihat yang masih samar-samar, aku melihat Ibu
dan sepupu laki-laki-ku sudah berada di sebelah kanan-ku.Raut wajah keduanya
mencerminkan kesedihan saat melihat kondisi-ku, tapi dari raut wajah Ibu yang
terpancar kala itu Ia seperti
menyembunyikannya rapat-rapat, berusaha terlihat lebih tegar di hadapan-ku,
beda lagi dengan sepupu laki-laki-ku raut wajahnya
jelas sekali menampakkan ekspresi kengerian dan ketakutan saat melhat
kondisi-ku, malah ia bersembunyi di balik bahu Ibu-ku. Beberapa menit kemudian
aku muntah banyak sekali, Ibu-ku yang panik segera memanggil suster. Kemudian
suster datang dan meminta Ibu
serta sepupu-ku untuk menunggu di luar. Itu adalah muntah kali
pertamanya di
Ruang ICU, aku ingat sekali warna muntahan yang keluar hijau pekat kehitaman
seperti cincau hahaha. Lalu suster membersihkan dengan sigap, di susul
kemudian aku kembali tertidur lelap.
Ketika aku kembali terbangun, dengan keadaan melihat
masih samar – samar sama seperti sebelumnya. Bapak-ku sudah berdiri di sebelah
kanan-ku mencoba tersenyum tegar padahal aku tau sekali Ia terlhat tak tega
dengan kondisi-ku. Kemudian aku mendengar, Bapak memberikan semangat serta doa
agar aku cepat pulih sama seperti Ibu yang sebelumnya sudah membesuk-ku. Saat
itu aku hanya bisa merespon dengan lelehan air mata. Rasanya setiap orang yang
melihat-ku di rundung kesedihan. Sayang, aku belum sadar sepenuhnya, jadi aku
tak tau menau tentang kondisi-ku semenyedihkan apa.
Beberapa waktu kemudian,
aku mulai tersadar sepenuhnya. Sadar mulut-ku sudah ada sebuah selang besar, aku
tak tau namanya apa tapi bentuknya mirip sekali dengan selang AC, panjang dan
terhubung entah kemana. Masih bingung dengan alat apa itu. Aku mengalihkan
perhatian mencoba untuk mengangkat tangan kanan-ku, tapi tak bisa. Ketika ku
amati saksama kedua tangan dan kedua kaki-ku ternyata di
ikat oleh seutas tali ke pagar pembatas ranjang. Untung saja seorang suster
lalu datang menghampiri dan menjelaskan kenapa aku di ikat. Sambil melepas
ikatan tangan-ku, suster juga menjelaskan alasannya. Katanya saat aku belum
sadar betul, aku berontak berusaha melepas selang yang telah terpasang anggun
di dalam mulut-ku itu, jujur mendengarnya aku ingin tertawa lebar hahaha.
Setelah tangan kanan-ku sudah terlepas dari ikatan, aku memberi isyarat ‘stop’
kepada suster untuk berhenti melepas ikatan selanjutnya. Maksudnya seperti ini
“Suster, gapapa tangan kiri masih diikat
dan kedua kaki-ku juga gapapa, takut-takut kalo aku akan berontak lagi di lain
waktu, yang penting tangan kanan-ku ga di ikat biar bisa megang sesuatu”
tutur-ku dalam hati. Sepertinya suster mengerti maksud-ku lalu Ia berkata “Gapapa dibuka aja ikatannya, tapi jangan dicopot
ya selang yang di mulut” Katanya. Sesaat ikatan tangan dan kaki sudah
terlepas semua. Dari situ aku mulai mencoba menggerakannya ternyata bisa!, Alhamdulilah dalam
hati aku bersyukur kepada-Nya karna aku tak mengalami kelumpuhan dan yang paling terasa perbedaannya setelah Operasi ialah tinggi-ku
yang bertambah, Yipiiiii.
****
Sebelum peristiwa tak terlupakan itu terjadi, aku masih dapat bernafas
dengan stabil walau di bantu alat medis. Jadi, begini.....Entah
pukul berapa kala itu pagi siang sore atau malam entahlah. Aku hanya dapat
memandang lurus ke depan karna leher dan kepala-ku sakit sekali ketika digerakkan.
Aku yang terbaring di ranjang hanya bisa melirik ke kanan atau ke kiri
sambil memainkan jemari.
Awalnya aku dapat beradaptasi dengan alat-alat
medis yang terpasang di sekujur tubuh-ku, terutama selang yang berada di dalam mulut-ku.
Namun, entah mengapa semua berubah, peristiwa itu datang tiada di sangka. Aku mulai kesulitan untuk
bernafas. Ku coba bernafas lewat hidung tapi sayang di hidung-ku sudah terdapat
selang NGT yang membuat-ku makin sulit bernafas karna terhalangi. Jalan
satu-satunya adalah mencoba bernafas melalui mulut, tapi amat di sayangkan selang
besar itu memenuhi sebagian rongga mulut. Mulut-ku di buat penuh sesak olehnya.
Ritual menarik nafas dan menghela nafas saat itu amat sulit di lakukan. Aku yang
semakin terdesak, kesulitan bernafas berusaha mencari pertolongan dengan cara memukul-mukulkan tangan dan
kaki-ku ke ranjang tempat tidur. Secara spontan ide itu
mengalir begitu saja. Itu adalah situasi paling menegangkan selama hidup-ku. Panik tentu
saja panik siapa pula yang tak panik di hadapkan dengan situasi secara
tiba-tiba begitu. Bayangkan aku di situ bagaikan ikan yang di taruh di daratan
megap – megap kesulitan bernafas dan mungkin tinggal menunggu kapan waktunya
untuk ‘berpulang’.
Tak lama, suster segera
datang menghampiri, bertanya tentang diri-ku kenapa. Aku yang tidak bisa
menjelaskan secara lisan tentu saja kembali menggunakan isyarat dengan memanfaatkan
kedua tangan-ku. Telapak tangan kiri ku anggap seperti kertas dan jemari
telunjuk kanan ku anggap seperti alat tulis jadilah aku seakan-akan sedang
menulis sesuatu. Disitu aku masih megap – megap kesulitan bernafas bersama lelehan air mata yang terus terjatuh. Lalu aku di suruh suster
mengeja tulisan-ku di tangannya, tapi cara itu hanya membingungkan suster karna
Ia tak mengerti tulisan-ku huftt. Aku yang berusaha memperjuangkan nafas terus
menerus memberi isyarat sampai seorang Dokter wanita menghampiri dan dengan
kilat memberi-ku secarik kertas putih dan pulpen untuk mengutarakan maksud-ku.
Tak pakai waktu lama aku langsung meraihnya dengan sisa-sisa
tenaga yang masih ku miliki. Jemari-ku yang lemas dan bergetar saat hendak
menulis ku coba kuatkan. Karna ku pikir itu jalan terakhir yang dapat ku
tempuh. Di secarik kertas itu aku langsung menuliskan kalimat “Ga
kuat lagi, gabisa nafas” maksudnya “aku
sudah gakuat lagi bertahan hidup karna tak bisa nafas” sekiranya begitu.
Aku yang setelah menulis itu lalu menjatuhkan kedua tangan-ku keranjang karna
saking tak berdayanya lagi. Air mata kian menderas
membasahi pipi-ku. Udara Ruang ICU yang dingin itu terasa lebih
dingin dari sebelumnya saat menerpa tubuh-ku. Entah suster dan Dokter langsung bertindak
apa penglihatan-ku kabur begitu saja, nafas-ku makin tercekat megap – megap,
detak jantung-ku perlahan melemah, lemah sekali aku bisa
merasakannya pada saat itu. Monitor pemantau detak jantung pun terus
mengeluarkan suara ‘nut...nut...nut..’
dan sesekali berbunyi ‘nittttttt’
panjang entahlah apa artinya, aku tak mengerti yang jelas saat berbunyi itu aku
sempat kehilangan nafas beberapa detik. Jujur, kalo boleh di bilang aku sudah
pasrah dengan segala kemungkinan yang cepat atau lambat akan terjadi, termasuk
mengikhlaskan nyawa-ku sendiri. Tapi, ketika aku mulai
menyerah akan hidup-ku, menyerah dengan situasi
yang datang tak permisi itu. Secercah kenangan itu muncul dihadapan-ku, masa-masa
awal aku kerumah sakit hilir mudik untuk memeriksakan si tulang belakang, masa-masa mendekati Operasi yang di situ
wajah-ku amat sumringah sekali, termasuk pesan Ibu dan Bapak-ku
yang sebelum kejadian telah membesuk, aku ingat perkataannya begini “Ade
harus semangat, jangan kalah sama rasa sakit, cepat pulih lagi, di luar sana
banyak yang berdoa dan menunggu Ade. Ibu, Bapak, Mbak, Kerabat, Keponakan” pokoknya semua di sebutin. Ya Allah
situasi itu membuat-ku benar-benar berpikir keras, hati-ku bergejolak. Aku yang
dari awal kejadian sudah mulai menangis di tambah kenangan itu muncul makin
membuat tangis-ku meledak. Apa yang dapat ku lakukan lagi selain berdoa yang
terbaik untuk diri-ku, karna hanya hal itu yang bisa ku perbuat selain usaha berontak untuk menulis tadi. Ingin ku
menyerah saja, namun semakin aku menyerah kenangan itu semakin menggelayuti
pikiran. Bergantungan dan memutari pikiran-ku. Bimbang harus memilih apa.
Akhirnya, aku sekuat tenaga memperjuangan kondisi-ku yang payah itu.
Ya! Ternyata
berhasil! Kenangan itu mendobrak semangat hidup ku kembali. Walau masih dalam
keadaan lemas tak berdaya aku tetap semangat apapun hasilnya. Lantunan doa tak hentinya direlung hati-ku. Sejurus kemudian, seperti
ada angin segar. Perlahan aku bisa lebih
tenang, sedikit demi sedikit aku bisa bernafas kembali,
entah karna suster menyuntikan obat penenang atau apalah aku tak mengerti dan aku
pun seketika langsung terpejam tidur kembali.
****
Masih di hari dan tanggal yang sama. Setelah terbangun
(lagi) dan telah melewati masa – masa menegangkan tadi. Aku bersyukur kepada-Nya,
masih di beri kesempatan menghirup oksigen, meski pakai alat bantu hehe. Tak
terbayangkan jika hari itu menjadi hari terakhir-ku di dunia :’) mungkin………………………………..Ah, daripada membicarakan kemungkinan yang masih menjadi
rahasia Ilahi, mari aku lanjutkan kisah berikutnya hihihi.
****
Masih
di Ruang ICU…
Kupikir setelah terbangun, selang besar di
mulut-ku itu sudah lenyap, eh taunya masih ada. Rasanya aku seperti tersiksa
dengan adanya selang besar itu. Berkali – kali aku mencoba menariknya keluar,
tapi usaha-ku selalu di gagalkan oleh kedatangan suster haha. Suster selalu
mencegah melepasnya, padahal aku risih dengan alat itu. Sampai lagi dan lagi
seorang Dokter menghampiri, menanyakan-ku yang sedang berpura-pura memegang
selang itu padahal kalau tak ada yang melihat akan ku tarik keluar
haha. Lalu, dokter itu bertanya pada-ku sekiranya begini:
Dokter : “Mau di lepas selangnya?”
Aku :
“Memberi anggukan kecil”
Dokter : “Tapi, kalo di lepas memangnya kamu sudah
kuat bernafas tanpa alat bantu?”
Aku :
*Berpikir sejenak* *hening*
Setelah dialog kecil tadi, akhirnya selang besar
itu akan di lepas. Wuihh mendengarnya senang sekali. Dokter menjelaskan tata cara
melepasnya dengan di bantu suster juga. Aku yang saat itu sudah sadar 80% setelah bangun dari tidur tadi, tak sabar ingin segera mengeksekusinya. Kata
Dokter pula, langkah-langkah untuk mengeluarkan selangnya, aku hanya seolah-olah sedang terbatuk. Ku coba setiap perkataanya. Eh ku kira mudah saja
seolah-olah terbatuk. Tapi nyatanya, SubhaAllah sakit sekali
mencoba batuk dengan posisi tidur telentang
dan tubuh masih berat untuk di gerakkan. Belum lagi setelah mencoba batuk dada terasa
sakit sekali, di tambah lagi tenggorokan-ku juga sakit. Percobaan batuk pertama
selang masih ada di setengah bagian tenggorokan, kemudian percobaan batuk kedua
selang berhasil keluar seutuhnya. Lega tapi masih berasa sakit. Lalu aku muntah
(lagi) disusul kembali tertidur.
Keesokan harinya...
Kalau tidak salah ini adalah hari ketiga-ku di
Ruang ICU. Sekitar pukul 03.30 dini hari, aku di bangunkan seorang suster untuk
mandi. Wow, mendengarnya senang setengah mati, pasalnya yang ku ingat terakhir
mandi pada saat pagi jelang Operasi. Menunggu suster menyiapkan keperluan
mandi, aku kembali dikejutkan dengan adanya selang (lagi) di
mulut-ku. Memang sih ukurannya tidak sebesar sebelumnya, tapi tetap saja
namanya s-e-l-a-n-g haha. Saat ingin memulai
untuk mandi, aku sempat terpikirkan gimana caranya? Badan
saja digerakkan berat sekali rasanya. Tetapi, suster tau cara terbaiknya. Yhaaaa!
Mandi
kala itu ada sensasinya. Gimana tidak, tubuh-ku
yang pegal karna terlalu lama telentang sedari awal di
Ruang ICU, ketika mandi tubuh-ku di miringkan ke kanan dan ke kiri untuk di
bersihkan. Itu rasanya MashaAllah ibarat Surga dunia hahaha enak sekaliiiiiii. Sekitar 15 – 20
menitan mandi (tapi lebih tepatnya di elap – elap dengan air hangat haha) dan berganti dengan pakaian baru, aku mulai tau akan selama
ini alat-alat yang terpasang di tubuh-ku. Tak di sangka ternyata ada banyak! Dari
atas sampai ke bawah. Ada selang di dalam mulut (lagi), ada kabel – kabel tertempel di dada-ku yang terhubung langsung ke monitor pemantau detak
jantung di sebelah ranjang kiri ku. Di lengan tangan
kanan-ku
terdapat alat tensi otomatis yang setiap 15 – 20 menit sekali meremas tangan-ku
kencang sekali rasanya, di dekat pundak-ku terdapat 2 buah benda bentuknya
seperti gantungan cuma ada tutupnya dan itu
alat untuk
suster mengalirkan cairan infus, mentransfusi darah, serta menyuntikkan cairan
obat yang berwarna-warni, Ah iya! aku ingat sekali ada warna merah, bening,
kuning, kehijauan haha. Di belakang punggung-ku juga terdapat selang tapi entah
itu selang apa. Lalu, di jari jempol-ku ada seperti penjepit mirip sekali
dengan jepitan pakaian bedanya ini ada lampu berwarna merah dengan kabel
terhubung ke sebuah monitor pemantau di sebelah ranjang kanan-ku entah itu alat
apa aku tak tau pasti namanya. Oia hampir terlewat di lubang hidung-ku juga terdapat selang, kata suster NGT (Nasogastric Tube – “Alat yang di
gunakan untuk memasukan nutrisi cair dengan selang plastic yang di pasang
melalui hidung sampai lambung”). Satu lagi tak ketinggalan ada Kateter – (“Suatu selang yang di
masukan ke dalam vesica urinaria melalui orifisium uretra yang berfungsi untuk
mengeluarkan urine”) begitu sedikit penjelasannya.
Sebenarnya
entah di hari kedua atau ketiga aku sudah mulai mengkonsumsi susu yang di aliri
lewat selang hidung (NGT), tapi aku lupa tepatnya
hehe. Kalau dijelaskan rasanya itu unik,
untuk pertama kalinya aku mencoba. Minum lewat sedotan
itu hal biasa, minum lewat selang NGT itu baru luar biasa rasanya hahaha. Jadi,
tuh pas suster nuangin susu ke salah satu wadah yang terhubung ke selang NGT. Susu langsung mengalir begitu saja masuk ke sela-sela hidung lalu ke
tenggorong dan seterusnya. Kalau sengaja ditahan susu yang dialiri terhenti
sebelum masuk ke tenggorokan hahaha unik pokoknya rasanya, minum obat cair
untuk lambung pun sama lewat selang NGT. Kenapa sampai minum obat untuk
lambung? Karna kata suster aku pendaharan lambung, jadi
harus minum obat untuk lambung, memang sih perut-ku sebelum suster mengatakan hal
itu, sudah amat sakit dan perih sekali, ku kira tamu bulanan, eh ternyata
pendarahan lambung. Sempat bergidik ngeri juga saat suster berbicara seperti itu, tapi untungnya
langsung di tangani. Beberapa waktu dari minum susu,
sejurus kemudian aku muntah (lagi) entah untuk yang ke berapa kalinya.
****
Pelajaran
baru dari Pak Didi...
Pagi itu, setelah menyantap bubur sumsum dengan siraman gula cair di
atasnya, yang disuapi langsung oleh Ibu-ku. Kira-kira pukul 09.00 datang
seorang laki-laki berperawakan tinggi, memakai seragam dinas khas Rumah Sakit,
menghampiri dan memperkenalkan dirinya pada-ku dengan begitu ramah. Namanya Pak
Didi, utusan dari Rehabilitasi Medis (Fisioterapi) yang akan membantu-ku selama
masa pemulihan di Ruang ICU, mempelajari gerakan-gerakan kecil seperti
menggenggam, menekuk kaki serta tangan, memutar tangan dsb. Mendengarnya aku
jadi tak sabaran ingin mencoba. Pak Didi lalu
menginstrusikan gerakan-gerakannya dan membantu menguatkan tangan dan kaki-ku. Perintah Pak Didi langsung ku eksekusi dengan baik dan sekuat tenaga
yang ku bisa. Tak lama hanya sekitar 20 – 30 menit melakukannya, namun membuat
tubuh-ku seperti beraktivitas kembali, pasalnya selama di Ruang ICU aku hanya
bisa tidur telentang di ranjang sambil memainkan jemari tangan dan kaki melihat
Dokter dan suster hilir mudik hahaha.
Pak
Didi datang setiap paginya, mengajarkan gerakan-gerakan baru, begitu juga
dengan Dokter Orthopaedi yang datang memeriksakan keadaanku pasca Operasi
besar itu. Pelajaran baru dari Pak Didi
ini juga yang membuat-ku semangat untuk melewati hari-hari berikutnya. Pak Didi
juga memberi sedikit wejangan kepada-ku agar tidak mudah berputus asa. Ya, walaupun kadang jenuh juga
di Ruang ICU berhari-hari, hanya terbaring lemah memakai alat-alat medis. Tapi,
ya inilah pelajaran kehidupan, siapa yang bisa melewatinya niscaya kehidupan
kedepannya akan lebih baik lagi, Amin. Hahahahasikdeh.
Usai
melakukan gerakan yang diajarkan oleh Pak Didi, terkadang aku suka bingung mau
melakukan apalagi. Tak ada teman bicara, karna jam besuk
belum tiba waktunya. Paling dengan melihat detak jarum jam
yang berputar seakan lama sekali, atau sesekali melihat
ke bingkai jendela yang tepat berada di hadapan-ku. Uh, dengan melihat ke arah
sana, telah mengobati kerinduan-ku atas semesta di luar sana. Membawa raga-ku
seakan sedang berlari-lari menikmati indahnya hari, melompat kesana kemari tak
mengenal letih. Seperti itulah aku mengalihkan perhatian atas apa yang sedang
ku alami. Membuat pikiran sedikit segar dengan berkhayal yang indah-indah. Jika
cara itu di rasa tak berpengaruh, aku mencoba mencari pengalihan yang lain.
Kebetulan waktu di Ruang ICU aku ingin sekali memakan mie instan dengan telur
di atasnya serta kentang goreng dengan saus cabai. Jadilah tiap aku merasakan
rasa sakit ‘ini-itu’ ku bayangkan kedua makanan itu di hadapan-ku hahaha,
sampai akhirnya mereka menjadi penyemangat selain keluarga, untuk cepat ‘move’ dari Ruang ICU hahaha. Kadang ide-ide liar seperti itu datang secara
spontan dan sangat di perlukan dalam situasi terdesak untuk menyegarkan pikiran
kembali.
****
Berbagai
selang, dengan ceritanya tersendiri…
Masih
dalam keadaan terbaring di Ruang ICU. Aku kembali merasakan memakai berbagai
selang alat bantu bernafas. Dari selang ukuran besar, berganti setiap harinya
hingga selang dengan ukuran kecil pernah ku rasai juga. Pasca
Operasi Skoliosis hari ke tiga, ke empat dan seterusnya. Aku berganti selang, dengan selang-selang lain yang fungsinya tentu
berbeda-beda. Aku yang tadinya memakai selang ukuran sedang di mulut dan selang
NGT kini sudah di lepas, berganti dengan selang
ukuran kecil yang di pasang di kedua lubang hidung untuk mengalirkan oksigen,
namanya nasal kanul . Sebelumnya
terlebih dahulu selang NGT yang berada di hidung di keluarkan. Aku ingat
sekali, waktu proses pelepasan selang NGT, aku melihat suster melepaskan
selotip kecil di hidung-ku yang sejurus kemudian suster perlahan menarik keluar
selang NGT yang terhubung ke lambung itu. Kalau di
tanya apa rasanya? Akan ku jawab aneh, ya aneh memang aneh sulit di
deskripsikan. Saat selang NGT itu sudah terlepas
seutuhnya, ku lihat suster mengenggamnya, panjang sekali selangnya haha.
Selintas terbersit pikiran “Itu gimana
cara masangnya, ya?” Hmm..tetapi, suster tau cara memasangnya. Yhaaaa!.
Sayang, ketika proses pelepasan selang berukuran sedang di mulut, aku dalam
keadaan tertidur.
Alhamdulilah
sekali, sudah tak ada selang lagi di mulut-ku, bebas dan lega. Keberadaan selang kecil yang di hidung juga tak terlalu menganggu. Ku kira,
itu akan menjadi yang terakhir sebelum di pindah ke Ruang Rawat Inap (Ranap).
Tapi, faktanya tidak begitu hufttt. Dalam sehari, 2
sampai 3 kali aku di uap atau (Inhalasi
Nebulizer – tujuannya menghilangkan sesak selaput lendir saluran nafas bagian
atas sehingga lendir menjadi encer dan mudah keluar), dengan memakai alat
berbentuk masker yang menutupi mulut dan hidung-ku. Durasinya
sekitar 25 – 45 menit, rasanya itu seperti ada percikan-percikan air di sertai
uap yang menyemburat. Benar saja, saat alat itu
sedang di operasikan lendir yang ada di tenggorokan ku rasakan lebih encer dari
sebelumnya.Ya, walaupun dengingan alat itu bising sekali, tapi ya worth it lah hehehe.
****
Selama
di Ruang ICU ( Intensive Care Unit )
terhitung dari awal masuk tanggal 13 Januari 2016 hingga keluar 18 Januari 2016.Telah
banyak yang ku lewati fase per fasenya.
Sampai pada waktu itu aku sempat terbesit pertanyaan kepada diri-ku sendiri di
hari ke empat atau ke lima di Ruang ICU. Tentang mengapa bisa sampai aku belum
di pindahkan ke Ruang Rawat Inap (Ranap) padahal kondisi yang (menurut-ku) itu
sudah membaik? Lalu di tambah pelajaran gerakan oleh Pak Didi apa
belum cukup juga? Ku pikir setelah aku dapat menguasai gerakan yang di ajarkan,
aku akan segera di pindahkan, eh ternyata tidak dan keesokan harinya aku baru
dapatkan jawabannya.
Pagi
itu, entah hari apa tepatnya, matahari pun masih belum terbit dari
singgasananya. Seorang suster dengan ramahnya menghampiri-ku untuk bersedia di
ambil darahnya. Aku yang kala itu masih terkulai lemah
dengan selang masih di mulut, menyetujuinya. Sebelum
mengambil darah di pergelangan tangan kanan, suster sedikit berbicara. “Tahan ya, sedikit sakit, kaya di gigit semut
kok” tuturnya sambil menyunggingkan
lekuk pipinya. Suntikan pagi itu memang sedikit sakit, rasanya beda saat
penyuntikan pemasangan jarum infus pertama kali. Setelah selesai, suster
menutupnya dengan perban kecil, sejurus kemudian pamit mengundurkan diri dari
tempat dan tak lupa menyunggingkan senyum khasnya.Lalu berlalu entah kemana,
tapi sepertinya ke laboratorium. Itu terjadi setiap paginya
dan suster tak hanya mengambil sekali, tapi bisa sampai dua kali di tempat yang
berbeda. Sampai-sampai ada banyak bekas jarum suntikan
di kedua pergelangan tangan-ku hahaha.Tapi sebelum berlalu lebih jauh, suster
yang tadi mengambil darah-ku itu sempat berpapasan dengan suster lainnya, aku
mendengar ada sedikit perbincangan antara mereka berdua. Walau tak menyimak seutuhnya, tapi inti dari perbincangan mereka ialah (HB) Hemoglobin-ku di bawah standarisasi
angka 9.
Salah satu sebab itulah suster selalu mengambil
darah-ku dan aku belum di perkenankan untuk pindah ruangan. Hmm, ternyata dugaan-ku selama ini salah hahahaha
.
Dulu,
saat usia Sekolah Dasar aku pernah melihat tayangan di Televisi tentang pejabat
atau artis terkenal di rawat di Ruang ICU dengan menampilkan sang pasien
memakai selang dan alat-alat medis lainnya. Saat itu yang terlintas di
pikiran-ku tentang Ruang ICU adalah tempat yang eksklusif, kamar dengan biaya yang mahal, nyaman dan tentunya pasiennya terlihat
keren dengan selang dan macam-macamnya itu. Tapi
sekarang, setelah
aku sendiri mengalami berhari-hari di Ruang ICU jangankan
bilang keren, saat di Ruang ICU dengan di hadapi kejadian
tak terlupakan itu aja aku nangis hahahahaha. Terimakasih, Ruang ICU kau telah
memberikan pelajaran amat berarti dengan kemasan terbaik-Nya
dan menuliskan kenangan terhebat semasa hidup-ku. Tak akan ku lupakan
kejadian langka ini. Sekali lagi, terimakasih Ruang ICU Lantai 2 Gedung
Bougenville, You’re
AMAZING!!!
****
Sebelum
mengakhiri tulisan ini, aku ingin menyampaikan rasa syukur tiada tara kepada
Sang Maha Pengasih. Karnanya aku masih dapat bernafas hingga kini, juga kepada
Ibu, Bapak, para mbak-ku, kakak Ipar, Kerabat, Kemenakan, serta teman-teman
sekalian yang tak bisa aku sebutkan satu per satu yang telah memberikan
dukungan sebelum ataupun sesudah Operasi. Terimakasih sebesar-besarnya kepada
Sang Pencipta, telah menciptakan para Dokter dengan kemampuan luar biasanya.
Tanpa semua
itu, aku hanyalah gadis pemimpi.
Oia,
setelah Operasi Skoliosis, telah terjadi perubahan besar dalam hidup-ku. Aku akan menjelaskan beberapa perbedaan sebelum
ataupun sesudah Operasi. Mau tau? Tapi nanti nanti akunya istirahat dulu capek juga nulis panjang lebar hahahaha :)
Wassalam.
****
Penutup...
Sesungguhnya, Hidup, Mati,
Rezeki, Jodoh, dan Takdir seorang manusia sudah tertulis rapi di Lauh Mahfudz-Nya jauh sebelum kita di
lahirkan ke dunia dan tak ada satu pun yang mengetahuinya. So, setelah membaca kisah ini di harapkan (pembaca) jangan
menjadikan kejadian yang sewaktu itu menimpa penulis (Ade, saya sendiri) akan
menimpa kalian juga khususnya (Skolioser)
di kemudian hari ketika akan melakukan tindakan lebih lanjut yang sama pada
tulang belakangnya. Tidak usah takut, ketakutan hanya akan membuat pikiran
pesimis bermunculan. Jalani saja
semua proses yang telah kita rangkai sedari awal, apapun yang terjadi nanti semua telah di atur oleh Sang Pencipta, point terpenting kita sebagai
manusia tetap semangat berusaha dan berdoa. Urusan hasil, kita
serahkan kepada-Nya. Bukankah, tiada hasil yang mengkhianati prosesnya ? :)
Dari kisah di atas yang di angkat dari pengalaman penulis sendiri. Semoga, kisah ini bermanfaat dan dapat menginspirasi atau
ya tidak muluk-muluk berkenan di hati pembacanya juga sudah cukup hahahaha.
#SalamSkolioser #KitaTangguhBukanRapuh
#SkolioserJugaBisaBerkarya.
Terimakasih, sudah mampir. Nantikan kisah selanjutnya ya :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar