Senin, 19 September 2016

#ScoliosisSurvive Part 4 : Catatan Skolioser



Lama tak bersua. Aku kembali, untuk menuliskan catatan perjalananku sebagai seorang Skolioser sejati. Awalnya aku masih menimbang-nimbang. Namun setelah berpikir matang serta banyaknya dukungan, saran dan kritik dari teman-teman sekalian, membuatku kembali ingin melanjutkan kisah bertagar #ScoliosisSurvive itu, dan akhirnya aku terpanggil. Yeayy.
Selamat Membaca :)
Melanjutkan kisah #ScoliosisSurvive Part 3 yang menceritakan dimana sedemikan perbedaan-perbedaan pada diriku sebelum maupun setelah dilakukakannya Operasi Skoliosis. Nah, pada kesempatan yang berbahagia ini, aku ingin menceritakan lebih lanjut bagaimana dengan adanya “benda asing” di dalam tubuhku, yang sudah tertanam dan terpasang rapi kurang lebihnya 250 sekian hari lamanya. Masih terlalu dini untuk seukuran Skolioser sepertiku, karena tak dipungkiri ada yang lebih lama lagi dibanding aku hehehe. 
Rontgen Agustus, 2016

Ohiya, perlu diketahui juga tulisan ini disponsori oleh diriku yang amat “penasaran”  tentang dunia pertulangan bukan petualangan loh ya hahaha, apalagi setelah adanya pen & screw. Dulu sebelum Operasi aku penasaran dengan yang namanya pen, screw, titanium, lalu bagaimana proses Operasi dilakukan, pembedahan, pendarahan, kelumpuhan bahkan sampai risiko kematian. Banyak pertanyaan yang mengusik ketenangan hati, sampai aku mencari sumber informasi darimana pun adanya, bertanya ke Google, ke Dokter sana, Dokter sini, bertanya dengan teman yang sudah Operasi dsbnya. Alhamdulillah, kini masa-masa itu telah sempurna terlewati, tak disangka aku ternyata kepo sekali dan itu berlanjut hingga sekarang hahaha. Sejujurnya, aku merasa setelah Operasi Skoliosis lebih banyak lagi pertanyaan yang siap ku lontarkan pada Dokter ketika sedang berkonsultasi. Aku rasa ini wajar, terkait “benda asing” di dalam tubuhku. Mulai dari pertanyaan serius sampai pertanyaan yang dianggap sebagian orang terdengar “konyol” bagiku itu tak masalah karna tiap individu bebas berpendapat. Well, ketika kalian membaca tulisan ini semoga dapat mengobati rasa penasaran yang mengganjal di pikiran serta hati sepertiku hahaha. 

Beberapa waktu lalu, tepatnya setelah Operasi Skoliosis aku rutin berkonsultasi ke Dokter Orthopedi selain memang sudah tertera dijadwal kontrol post Operasi. Awalnya pertanyaan-pertanyaan standart saja yang aku tanyakan pada sang Dokter. Eh, tapi ketika sedang perjalanan pulang kerumah “pertanyaan-pertanyaan” yang belum sempat aku tanyakan mencuat begitu saja. Telat sekali memang, tapi ya namanya manusia suka khilaf hahaha. Kira-kira bulan April lalu, aku kembali menemui sang Dokter lagi-lagi untuk berkonsultasi dan tak lupa menanyakan pertanyaan “Sakti”. Waktu itu aku bertanya tentang hal-hal apa saja yang sudah boleh dilakukan mengingat aku sudah 3 bulan usai Operasi Skoliosis. Sang Dokter pun memberikan jawabannya, kata beliau aku boleh melakukan olahraga renang. Wow r e n a n g, padahal aku sempat berpikir bahwa setelah Operasi tidak diperkenankan melakukan olahraga renang kembali, ternyata dugaanku salah hahaha (perlu digaris bawahi, beda Dokter beda penanganan, So, boleh atau tidaknya diskusikan kembali pada Dokter kalian :) ). Mendengar pernyataannya aku senang sekali, sudah saja aku jadi semangat ke pertanyaan selanjutnya perihal “minuman bersoda” oke kalian boleh tertawa lucu membacanya, tapi sungguh ini pertanyaan yang sangat mengganjal dihatiku saat itu haha. Begini, mengapa aku pertanyakan soal itu padahal terlihat sepele bukan? Jadi entah darimana aku sempat kepikiran tentang itu, awalnya aku berpikir minum susu saja kita bisa bertambah tinggi sebab kalsium yang terkandung di dalam susu, nah aku jadi saja berpikir bahwa minum minuman bersoda dapat mengikis permukaan pen atau screw yang berbahan logam titanium itu karna komposisi zat kandungannya. Aku amat polos sekali saat menanyakan perihal itu haha. Tak lama sang Dokter dengan senyum sumringah terpancar menatapku, sungguh selain wajahnya tampan aku amat menunggu jawabannya haha. Beliau berkata, boleh minum bersoda, apapun tak ada pantangan makanan dan minuman setelah Operasi, bahkan aku disarankan makan yang banyak agar badanku lebih berisi. Lalu, Pertanyaan selanjutnya ialah perihal rasa baal atau kebal yang terasa di sepanjang punggung dan bekas jahitan, aku bertanya pada sang Dokter apakah rasa baal atau kebal yang kumaksud bisa hilang dalam beberapa waktu ke depan atau tetap terasa sampai waktu yang belum ditentukan? Kemudian beliau langsung mengemukakan pendapatnya. Beliau katakan rasa baal atau kebal terbagi 2, ada yang memang akan hilang dan ada juga yang tidak bisa hilang, sebabnya aku lupa karna beliau menggunakan bahasa Kedokteran, rumit hahaha. Mendengar penjelasannya rasa penasaran yang mengganjal sedari awal luruh perlahan. Aku puas, dan sebelum menyudahi konsultasiku Dokter menambahkan saran agar aku tak terlalu banyak melakukan aktivitas menunduk/merunduk/menukik sebab adanya pen & screw membuat punggung kaku yang ditakutkan hal-hal tidak diinginkan terjadi, belum lagi aku yang dalam tahap belajar mencoba gerakan rukuk ketika itu. Kalau kalian bertanya rasa baal itu seperti apa, akan aku jawab seperti mati rasa, yap tidak ada rasa, aneh bukan? Tapi memang begitu adanya, disentuh atau dipegang pun butuh beberapa detik untuk meyakinkan bahwa memang sedang disentuh atau dipegang. Lalu bagaimana misalnya daerah yang baal digigit nyamuk? Nah ini, kadang aku merasa ingin sekali menggaruknya tapi percuma punggungku tak berasa apa-apa, hanya ada rasa aneh tanpa mengurangi rasa gatalnya, dan saat aku digigit oleh nyamuk aku selalu mengumpat kepadanya, bahwa sia-sialah dia menggigitku, sebab yang digigit tidak berasa apa-apa hahahaha. Usai berkonsultasi hari itu, aku pulang dengan rasa tenang di dada sebab pertanyaanku sudah terjawab.

Selang beberapa bulan, tepatnya bulan Juli setelah lebaran Idul Fitri. Aku memutuskan mencoba berenang atas saran Dokter tentunya, mengajak serta Ibu, kakak-ku, kedua kemenakan dan sepupuku. Itu merupakan renang pertama setelah Operasi Skoliosis, setelah terakhir kalinya berenang akhir Desember 2015 lalu. Senang? Jangan ditanya, ini moment yang selalu kurindukan~ awalnya aku berenang di kolam kecil yang dalamnya hanya selutut dan sepinggulku, mengajarkan kemenakanku berlatih mengayunkan kedua kakinya di air. Sejurus kemudian, aku merasa terpanggil dengan kolam bawah yang dulu dalam airnya seketiakku, setelah mencoba turun ke dalam kolam itu, ternyata tinggi airnya hanya seperutku saja haha, oke ini disponsori oleh tinggiku yang bertambah setelah Operasi. Heran, itu pasti. Tak pakai lama aku langsung mengambil kuda-kuda untuk melakukan seluncur seraya menyelam ke dalam air, dan bisa! Kupikir setelah di Operasi, kemudian berenang rasanya akan janggal, tetapi tidak juga, aku seperti menemukan diriku kembali seperti dulu. Hanya saja karena aku berenang di kolam umum untuk melakukan seluncur mesti tengok kanan tengok kiri seperti mau menyebrang jalan, mengapa demikian? Sebab aku takut punggungku tepatnya tulang belakangku akan tertendang oleh kaki orang lain maka dari itu aku melakukan hal itu hahaha. Alhamdulillahnya, aku bisa berenang hehe. Oia, saat sedang berenang juga tiba-tiba pahaku kram, lumayan sakit tetapi kucoba tenang. Well, setelah menepi di pinggir kolam aku baru ingat, aku belum melakukan stretching atau yang biasa disebut peregangan otot, itu kesalahanku. 10 menitan kucoba diamkan, berangsur-angsur kemudian rasa kramnya hilang, aku langsung melanjutkan kegiatan renangku. Tak lama dari itu kedua kemenakanku menghampiriku, katanya ingin berenang bersama tante Nia. Gampang saja bagiku sebenarnya, tapi mengingat kami tidak membawa pelampung atau ban akhirnya ku gendonglah mereka. Ini moment langka kalo boleh dibilang. Iya. Untuk pertama kalinya setelah Operasi aku menggendong mereka, tentunya hanya dilakukan ketika di dalam kolam air, dimana masa volume air lebih banyak daripada massa berat kalo tidak salah begitu, jadi benda berat akan terasa lebih ringan di dalam air dibandingkan di darat, maaf kalo salah wkwkwk. Sebab jika sudah di daratan aku mana sanggup menggendong mereka yang rata-rata beratnya di atas 15 kilogram itu, bisa rontok punggungku hahaha. Lagi juga aku belum diperkenankan membawa benda-benda berat tidak diperkenankan malah, maka dari itu aku pergunakan sebaik mungkin. Kemenakannya riang, tante pun senang, pokoknya mah bahagia bersama  hahahanjay. Saking senangnya, aku lupa mengabadikan moment tersebut, tetapi tidak masalah karna sesungguhnya lensa mata dapat merekam semua kejadian dibanding dengan lensa camera. So, enjoy your life~

2 minggu setelah itu, aku kembali berenang ditemani oleh kakak-ku dan teman SDku serta adik perempuannya. Rasanya tak ada yang berbeda, hanya saja kali ini aku ingat untuk melakukan stretching terlebih dahulu sebelum menyelam ke dalam kolam renang hahaha. Temanku juga mengabadikan setiap moment yang kami lewati bersama, harap dimaklumi kalo cewek-cewek sudah kumpul memang begitu, tak lengkap bila tidak ber-selfie ria hahaha. Berikut foto-foto kami. 
Candid dari belakang, btw aku yang kerudung abu





Selain berenang, aku juga melakukan olahraga lain, seperti jalan santai dan bersepeda. Biasanya aku lakukan bersama teman dan kakak-ku di hari sabtu dan minggu, di pagi atau sore hari, kebetulan kediamanku dekat akan Gelanggang OlahRaga (GOR) jadi setiap aku ingin berolahraga aku selalu pergi kesana. Berikut foto-foto kami.
 
Ini area Jogging tracknya, karna sepi selfie deh akhirnya wkwk






***
Awal bulan Agustus lalu, aku kembali menemui Dokter Orthopedi karna memang sudah jadwalnya control post Operasi 7 bulan. Dalam pertemuan yang tidak berlangsung lama itu, Dokter memerintahkanku untuk di rontgen kembali. Tentu ada tujuannya, yap. rontgen kali ini untuk melihat keadaan pen & screw setelah Operasi Skoliosis 7 bulan lalu. Selesai, dari berkonsultasi, aku segera menuju Ruang Radiologi yang letaknya tak jauh dari Poli Orthopedi itu. Sesampainya di sana, aku langsung mengurus administrasi dan menunggu untuk dipanggil namanya. Entahlah, sudah berapa puluh kali aku di rontgen hahaha, aku juga sudah hafal betul gerakan-gerakan apa saja yang mesti di lakukan. Usai dari itu aku pulang untuk beristirahat.
2 minggu kemudian, aku datang lagi ke sebuah Rumah Sakit swasta di daerahku karna ada keperluan, selain itu aku juga berkonsultasi dengan Dokter Ortopedi di sana. Meski sang Dokter tidak ikut serta menangani saat aku di Operasi, tapi jasa beliau masih ku ingat lekat. Aku ingat setahun lalu tepatnya bulan Agustus juga, sebelum aku memutuskan untuk Operasi. Aku berkonsultasi dengannya, bertanya ini-itu, yang selalu ku ingat dari beliau adalah ketika ia mengatakan Masih banyak yang mau kok, tenang aja’ ‘Jodoh mah udah diatur sama Allah’ sambil tersenyum.  Oh my Lord…. Seperti ditancapkan belati, kalimat sederhana itu menusuk tepat di lubuk hati. Aku mengerti yang beliau pikirkan, tentang pasangan hidup kelak. Aku amat sangat sadar, beliau mengatakan itu bukan semata-mata untuk menyinggungku, lebih dari itu niatnya baik. Mengingatkan, agar aku tak berlarut-larut meratapi bentuk fisikku yang abnormal ini dengan mengaitkannya pada pasangan hidup. Setelah mendengarkan perkataan beliau, aku seperti mendapatkan secercah harapan, aku berusaha bangkit, bangkit, bangkit, bangkit, dan kini menjadi diriku sendiri yang memang apa adanya dengan bentuk fisik yang Allah titipkan, dan aku mensyukurinya :). Balik lagi kecerita…..hari itu aku bercerita banyak padanya. Beliau senang saat mendapati kabar kalo aku sudah Operasi Skoliosis, panjang kali lebar aku berbincang-bincang padanya, dari membahas hasil rontgen-ku, membahas biaya Operasi, yang persatu screwnya saja sudah merogoh pengeluaran belum ditambah lain-lainnya, aku paham betul itu, bisa diibaratkan “menaruh satu unit mobil dipunggung”. Sebab biaya Operasi Skoliosis setara dengan harga satu unit mobil itupun bisa lebih, wow sekali bukan? Haha. Sama seperti sebelumnya, aku mengajukan satu pertanyaan padanya. Tentang apakah, setelah Operasi pemasangan pen derajat yang sudah dikoreksi dapat bertambah atau akan tetap, Dok? Dan beliau menjawab, derajat akan tetap sama, lalu beliau menjelaskannya dengan menyertakan bahasa Kedokteran yang rumit ku pahami hahaha. Kurang lebih 20 menitan berbincang-bincang, aku segera mengakhiri pertemuan itu karna kurasa sudah cukup, namun sebelum beranjak dari ruangannya beliau memberikan wejangan padaku seperti ini “Sekarang kamu sudah di Operasi, harus ditambah lagi rasa syukurnya pada Allah”….”jangan lupa, dijaga baik-baik”….”Lakukan yang ingin kamu lakukan, selama itu baik buat kamu”… seraya tersenyum. Sungguh mataku berkaca-kaca mendengar kalimat-kalimat menyejukkan itu :’). Aku beruntung, dipertemukan dengan beliau.
****
Awal September lalu tepatnya di salah satu Rumah Sakit Pusat di bilangan Jakarta Selatan, aku kembali berjumpa dengan Dokter untuk berkonsultasi sesuai jadwal yang tertera. Kali ini membahas tentang hasil rontgen post Operasi yang telah kulalui. Sang Dokter meraih 4 film rontgen, masing-masing 2 foto sehabis Operasi dilakukan dan 2 foto lainnya setelah post Operasi 7 bulan. Well, ini yang amat kunantikan, aku penasaran dengan hasilnya. Dag-dig-dug jelas, aku takut hasilnya tidak seperti yang sebelumnya. Lalu Dokter mulai meneliti ke 4 foto itu, sejurus kemudian ia menjelaskan hasilnya. Beliau katakan, pen yang terpasang dalam kondisi baik, bagus katanya, masih sama seperti yang terdahulu. Wuftt, lega Alhamdu?lillah. Puas akan jawabannya, hasrat kepoku menggelora seketika. Alhasil, aku banyak melontarkan pertanyaan-pertanyaan padanya. Pertama, aku bertanya dengan pertanyaan sama yang aku ajukan pada Dokter sebelumnya, perihal derajat yang setelah dikoreksi apakah bisa bertambah atau akan tetep sama, Dok? Well, rupanya jawabannya nyaris sama, beliau katakan derajat akan tetap sama, lalu menjelaskannya dengan menyertakan bahasa Kedokteran yang rumit ku pahami hahaha. Kedua, aku bertanya perihal olahraga apa saja yang boleh aku lakukan, Dok? Kemudian, beliau menjawab, bahwa olahraga yang dapat aku lakukan seperti bersepeda, berenang, lari. Mendengar kata ‘lari’ aku percaya tidak percaya, selama ini yang aku yakini lari tidak diperkenankan karna katanya gerakan ‘hentakannya’ berisiko. Tapi tak sampai di situ Dokter menjelaskan lari boleh dilakukan  asalkan dalam batas wajar maksudnya lari pelan tidak menggebu-gebu seperti lari cepat, dan aku jadi penasaran ingin mencobanya hahaha. Karna semakin seru, aku melanjutkan ke pertanyaan berikutnya, perihal apakah aku boleh mendaki gunung, Dok? Mungkin segelintir orang akan berkata ini pertanyaan konyol, pasalnya aku yang belum lama dipasang pen sudah nekat menanyakan hal itu. Usai aku mengajukan pertanyaan, sang Dokter kulihat mengusap-ngusap pelipisnya serta ada tawa tertahan di bibirnya, di susul celetuk Ibuku “Banyak maunya emang anak ini, Dok” sambil menahan tawa, perawat yang sedang berada di ruangan itu pun ikut tergelak tawa, mungkin evek pertanyaan absurd­-ku tadi hahaha. Beberapa detik kemudian beliau menjawab boleh, asalkan fisikku mampu, lalu beliau menyarankan agar aku jika ingin mendaki gunung sebaiknya ketika pen & screw dalam posisi sudah menyatu dengan tulang belakang, kurang lebih ketika satu tahun lebih setelah pasca Operasi. Aku menganggukan kepala, isyarat mengerti. Kalau kalian langsung berpikir “mendaki gunungkan barang bawaannya berat, banyak pula lagi.” “katanya gaboleh bawa barang-barang berat, kok nekat naik gunung?” Akan ku jawab “Kan ada porter alias tukang angkut barang. Hidup jangan dibuat susah deh :p”
Usai itu, aku melanjutkan ke pertanyaan berikutnya, mengenai apakah aku boleh bermain rafting, Dok? Sejurus kemudian Dokter memutar setengah kursinya, entahlah apa yang beliau pikirkan, aku melihat ada tawa tertahan di bibirnya. Sehabis itu, beliau mengemukakan jawabannya. Beliau berkata, panjang kali lebar. Pada intinya, aku tidak diperkenankan untuk bermain rafting, sebab selain membutuhkan fisik yang kuat, banyak gerakan-gerakan yang berisiko jika kulakukan, seperti gerakan menahan. Ya, kalian pun pasti tau bermain rafting banyak gerakan menahan, belum lagi jika sewaktu boot melewati jembatan, di terjang arus jeram yang deras, aliran sungai berkelok-kelok, boot yang terbalik, sungguh melelahkan tentunya. Beliau juga menambahkan saran agar aku tidak melakukan gerakan-gerakan seperti menahan itu tadi, serta gerakan memiringkan badan ke kanan ke kiri (bending), gerakan terlalu menukik dan terlalu menunduk yang bisa memicu pen patah. Aku bergumam, cukuplah patah hati, patah pen, jangan. Hahaha. Setelah pertanyaanku dijawab, aku mengajukan satu pertanyaan yang tak kalah absurd dari sebelumnya haha. Yaitu mengenai apakah aku boleh menaiki wahana permainan ekstrem, Dok? Sang Dokter menatapku lamat-lamat, lalu mengatakan boleh, kan ada safety beltnya tutur beliau. Usai tanya jawab itu selesai, aku meninggalkan ruangan Dokter dengan senyum sumringah tak terbendung. Lega rasanya, kegelisahanku selama ini akhirnya terjawab sudah. Meski tak disangkal akan banyak pertanyaan-pertanyaan berikutnya di kemudian hari.
****
Cukup sampai di sini tulisanku, semoga dapat membantu menjawab kegelisahan di hati dan pikiran kalian yang juga sedang merasakan di posisiku. Pertanyaan-pertanyaan yang aku ajukan ke Dokter memang nyata adanya, semua itu bentuk dari rasa ingin tahuku yang teramat besar. Sebab, aku berpikir siapa lagi yang dapat menjawab pertanyaanku selain Dokter Orthopedi, lagi pula apasalahnya bertanya bukan? Jadi, kalau kalian punya pertanyaan jangan sungkan untuk ditanyakan.

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Ade, adik saya baru selesai di operasi sekitar 3 minggu lalu, suadh bisa plang, kalau untuk jalan Baru sekitar 10 lngkah, mau tanya, Ade berapa lama bisa jalan dgn normal??, Apakah setelah operasi Masih pakai brace?, Berapa lama baru bisa rukuk?, Ada senam yag Ade lakykan ngakk??

    BalasHapus