Cuplikan-cuplikan peristiwa abadi
dalam ingatan seketika kembali, seolah sengaja di bangunkan untuk mengusik
anak-anak pikiran yang sudah menenang. Kalimat “kapan-kapan kita bertemu lagi
ya” darimu, sukses besar membuat tidurku malam itu dikerubungi senyuman. Manis
sekali,
Masih ingatkah kau momen itu? Aku yang menggebu-gebu pantas memilikimu
seutuhnya, ternyata malah ditekuk lutut mengaku kalah dengan ia yang tak pernah
kau ceritakan. Aku berusaha mundur perlahan, menggenggam erat apa saja yang
bisa ku gapai. Aku merasa paling hancur, patah, retak bagai cangkang telur.
Namun ketika berhadapan denganmu sekali lagi, aku luluh. Tak mengerti
jampi-jampi apa yang kau pergunakan. Melihatmu tersenyum dari jauh atau
melihatmu lewat di lini masa membuat degup jantungku berdegup tak beraturan.
Kadang kala aku ingin memulai obrolan lebih dahulu, satu dua berhasil sesuai
rencana, sisanya huallahualam.
Di depanmu aku menutupi basahnya luka dengan apa saja untuk
terlihat bahagia dan baik-baik saja. Namun di belakangmu jangan ditanya, banyak
kalimat umpatan atau kesedihan yang aku lontarkan di lini masa sebelah, tentu
tanpa kau dan teman-teman dunia nyataku yang menyebalkan itu.
“Dasar bodoooooooooh”
“Bebal bgt sih
dibilangin, dasar bucin!!”
“Yaela cari lagi, kaya
gaada yang lain aja, helawwwww”
Kata si menyebalkan
yang belum bisa move on dari mantannya, ketika memberi apel pagi padaku.
Aku hanya mengangguk
mengiyakan, respon tersingkat dan secepat mungkin. Malas berlama-lama dengan
manusia menyebalkan nan keras kepala itu. Ada yang sama sepertiku? Mari kita
berkawan.
***
Di
dalam jiwa yang kuat terdapat hati yang kosong, mungkin pepatah itu cocok untuk
dirinya. Setiap keempat bola mata bertumbukan, aku bisa melihat ke dalam sana.
Mata yang sama, yang selalu merefleksikan kesepian yang ditutup-tutupi. Jika
diperkenankan, ingin sekali aku menjadi relawannya sekadar untuk teman
bicaranya, melewati hari-hari yang berat dengan canda tawa, membicarakan
mimpi-mimpi di masa depan, seringan obrolan apapun yang mampu mengisi
kekosongan yang ada, atau mungkin sesekali deep talk hati ke hati…. Maaf, untuk
opsi terakhir, itu memang tujuanku.
Sepandai-pandainya aku
menulis, bakal malas juga ketika sedang rebahan.
Jadi, pesan pertama
dan terakhirku cukup sampai di sini.
Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar