Sabtu, 06 Mei 2017

#YukBacaBuku



#YukBacaBuku mungkin salah satu dari banyak tagar seruan untuk menghidupkan minat membaca pada era modern ini terhadap dunia literasi. Secara pribadi, aku suka akan kegiatan membaca dan menulis. Jika dapat bertemu atau sharing dengan sesama penikmat salah satunya aku sungguh sangat senang. Namun, sayangnya. Sulit menemuinya, mereka lebih senang membaca puluhan chat bahkan lebih, dibanding membaca buku-buku tipis hingga tebal bergenre aneka ragam. Menggerakkan seseorang untuk menyukai kegiatan membaca tentunya susah susah gampang. Sama halnya dengan membangunkan seseorang yang sedang tertidur pulas lantas mengguncang-guncangkan tubuhnya agar segera bangun. Mereka pasti akan merajuk, berdalih ini-itu, lalu kembali keaktivitas sebelumnya. So, jika menggerakkan seseorang butuh waktu, kenapa tidak mulai dari diri sendiri untuk menyukainya terlebih dahulu bukan? Daripada berlarut-larut meratapi, mari ku ajak kalian para pembaca tulisan ini untuk menikmati betapa indahnya membaca buku :).

Bicara mengenai sejak kapan aku mulai suka dunia membaca, mungkin akan memakan waktu lebih banyak untuk menjelaskannya. Singkatnya, aku menyukai bahkan mencintai kegiatan membaca ini sejak aku mulai jatuh hati pada dunia tulis-menulis. Saat itu aku mulai berpikir keras, sebanyak apapun aku menulis sebuah cerita jika tidak dibaca ulang mungkin aku akan kesulitan memikirkan ide apa untuk melanjutan cerita ke depannya, mengkoreksi kesalahan pada tulisan di mana, kata-kata rancu dan sebagainya. Sebab itu, aku mengulang-mengulang bacaan tulisanku, lalu senyam-senyum sendiri mendapati tulisanku teramat berlebihan ketika itu hahaha. Well, lupakan masalah itu dan kita mulai dari sini.

Awal Januari 2016 lalu, sebagai pembuka tahun baru. Aku mulai membaca dua novel karya Surayah Pidi Baiq berjudul, Dilan dia adalah Dilanku tahun 1990 dan Dilan dia adalah Dilanku tahun 1991. Meski kedua novel itu telah rilis di tahun sebelumnya, keduanya sukses membuat suhu badanku memanas, aku demam. Perasaan berkecamuk, dan galau seketika. Padahal beberapa hari ke depan aku tak boleh sakit sama sekali karna akan menjalani Operasi Skoliosis, tak lucu jika Operasi ditunda sebab sang pasien jatuh sakit, memikirkan kelanjutan kisah cinta legendaris Dilan dan Milea. Hahahaha. Novel Dilan pertama, mengisahkan bagaimana perjalanan pedekate antara Dilan dan Milea, dikemas dengan bumbu-bumbu humor di zamannya, beberapa berisi perkelahian anak muda mempertahankan prinsipnya, dan lebih banyak lagi percakapan antara Dilan dan Milea yang lucu, romantis dan nagih untuk dibaca berulang. Sesekali pipiku bersemua merah membayangkan kelakuan Dilan, menyeringai di sudut kamar ketika membaca bagian krusial antara mereka. Ditambah latar Kota Bandung zaman dahulu yang aku yakini lebih romantis daripada yang diceritakan di novelnya. Apalagi saat bagian akhir dari novel tersebut menyatukan tali kasih antara Dilan dan Milea, aku terbuai dibuatnya. Bagai merasakan menjadi Milea yang pada tanggal 22 Desember 1990 silam telah resmi menjadi pacar Dilan. Di dalam naungan warung Bi Eem, mereka menandatangani sebuah ikrar sebagai buktinya. Lantas setelah itu mengarungi Jalan Buah Batu, berdua di atas motor CB 100, dibubuhi guyuran hujan, menjadikan akhir Desember yang dingin sekaligus berkesan. Uhhh, so sweet bukan? Tenang itu masih bagian pertama, bagian kedua dan ketiganya masih ada.
Sumber: Google

Setelah menyelesaikan novel pertama kurang dari seminggu, aku melanjutkan ke novel seri keduanya. Melihat sampul depannya saja aku sudah degdegan dibuatnya. Bismillah. Aku melafalkan. Ku baca perlahan sambil menghayati. Dan pecaaaaaaaaaaah!. Bagian pertama masih diisi dengan hal romantis sebagai sepasang kekasih. Selanjutnya diisi beberapa cerita mengenai Dilan, pertikaian, saat-saat Dilan ditahan, sampai yang bikin aku syok. Ya, mereka berpisah. Sebagai fans garis keras keduanya, aku amat sungguh sedih dan kecewa. But, yagimana lagi memang jalan ceritanya seperti itu. Dan pada saatnya mereka dipertemukan di sebuah gedung setelah sekian lama tak bertukar kabar, aku masih mengharapkan ada secercah harapan disitu, namun sayang seribu sayang, Milea telah memiliki kekasih. Mas Herdi. Jungkir balik perasaanku. Belum lagi buku ketiganya berjudul Milea yang waktu itu sedang digarap. Diceritakan melalui sudut pandang Dilan, membuat penasaran pembaca termasuk aku. Aaaaaaaaaaaaah gemas menantinya. Untuk melengkapi kesedihan, patah hati, dan evek samping lainnya dengarkanlah bersamaan dengan lagu Voor Dilan #1 Kamulah Mauku, Voor Dilan #2 Itu Akan Selalu, Voor Dilan #3 Dulu Kita Masih Remaja, Voor Dilan #4 Kaulah Ahlinya Bagiku, Voor Dilan #5 Di Mana Kamu, dan Voor Dilan #6 Kemudian Ini.  Pilih salah satu jika ke enam lagunya dirasa terlalu menguras perasaan :”)).
Sumber: Google
Sumber: Google

Bulan berikutnya, aku menikmati masa pemulihan pasca Operasi ditemani oleh novel berseri karya Tere Liye. Bumi. Waktu terus bergerak, tapi bacaanku masih merangkak. Baca sedikit, kepalaku pening. Baca banyak, punggungku mengeluh, bila dipaksakan aku mendapat paket komplit sekaligus. Dan pada akhirnya aku memakan waktu satu bulan untuk menuntaskannya. Bumi, menceritakan perjalanan Raib, Seli, dan Ali berpetualang di dunia paralel. Klan Bulan. Setelah melewati banyak kejadian yang tak bisa dipahami oleh nalar. Awalnya aku tak mengerti ini cerita mau dibawa ke mana, tujuannya apa, membingungkan sekali haha. Eh tunggu tunggu, itu pemahamanku saja yang terlalu dini. Bab per bab ku baca saksama, dan aku mulai mengerti alurnya. Satu kata, SERUUUUU! Membaca kisah Raib, Seli dan Ali. Seakan-akan membawa pembaca ikut ke dalam dunia paralel yang antah berantah dengan isinya melebihi dunia fantasi semata. Dihiasi pertarungan antara Raib dkknya dengan sosok tinggi kurus, bernama Tamus. Urusan teknologinya yang segitu maju dibanding Klan Bumi, dan tentunya Raib mendapatkan sarung tangan Bulan yang diwariskan garis keturunannya. Sayang, setelah sampai di bagian akhir ceritanya ternyata bersambung. Aku menghela nafas tertahan. Kecewa. Kisah berikutnya, dalam novel BULAN. Akhir Maret, aku mulai untuk membaca novel Ayat-Ayat Cinta 2 karya Habiburrahman El Shirazy. Buku setebal 690 halaman itu kubaca dalam waktu nyaris 2 bulan. Meski pada awalnya pesimis bisa melahap habis. Kelanjutan kisah Fahri dan Aisyah di novel sebelumnya Ayat-Ayat Cinta, ini sangat menakjubkan. Berlatar kota Edinburgh, UK dan sekitarnya. Menambah aksen Eropa amat kental. Jujur aku bingung, akan menceritakannya darimana, tiap babnya sayang jika dilewatkan. Bagiku bagian paling klimaks adalah, ketika Fahri menyadari bahwa Sabina adalah Istrinya Aisyah. Sabina ialah Asisten Rumah Tangganya. Bila di novelnya diceritakan Fahri hilang kontak dengan Aisyah selepas kepergiannya ke Palestina. Fahri terus mencari Aisyah ke seluruh penjuru, namun malang Aisyah tetap tidak ditemukan. Ia menganggap Aisyah telah tiada, mengingat Alicia teman Aisyah ditemukan sudah menjadi mayat dengan kondisi mengenaskan. Hey, ku kira Aisyah memang sudah meninggal. Ternyata belum, Aisyah merubah namanya menjadi Sabina. Luntang-lantung bak imigran mencari keberadaan Fahri. Wajahnya rusak, itu ia lakukan demi menjaga kehormatannya. Aku masih ingat betul dialognya “Lebih baik wajahku rusak tapi kehormatanku tidak rusak”. Mantapppppppp!!!. Selain sarat makna dan pesan. Novel ini mampu menggetarkan jiwa siapa saja yang membacanya. Mataku berkaca-kaca ketika tiba dibagian akhir cerita. Sumpah ini harus banget diangkat ke layar lebar TJAKEEEEEEP abis! Untuk kalian yang penasaran bisa mencarinya di toko buku kesayangan pemiliknya.

Sumber: Google

Sehabis novel Ayat-Ayat Cinta 2. Aku melanjutkan ke novel berikutnya, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu karya Tere Liye. Tidak kalah bagus dari novel sebelum-sebelumnya. Kurun waktu 2 minggu, novel itu telah selesai ku baca. Mengisahkan perjalanan mengenang masa lalu Ray yang dikemas secara tak terduga. Hingga pada akhirnya menjawab pertanyaan-pertanyaan hidupnya selama ini, 5 pertanyaan dan 5 Jawaban. Lewat 426 halamannya mampu membuat hatiku resah. Secara tak langsung mengajarkanku bagaimana memaknai kehilangan dan kesakitan. Lebih sederhananya lagi membuat kita berpikir bahwa apa yang sekarang terjadi buah dari sebab dan akibat yang kita perbuat. Cepat atau lambat waktu membuktikannya. Hingga kini, novel ini masih menjadi salah satu favoritku dari sekian novel yang pernah kubaca. Pas sekali jika membaca novel ini ditemani secangkir teh dan iringan lagu lawas Tommy J Pisa – Biarkan Aku Menangis, menambah nuansa kepedihan mendalam, seperti ketika Ray ditinggal oleh Gigi kelincinya. Amat sangat menyentuh dan RECOMMENDED!!! Lima bulan dan baru membaca lima novel kurasa masih terlalu sedikit. Bulan ke enam, aku mulai membaca lagi. Masih dengan novel karya Tere Liye, judulnya Hujan. Novel yang baru beberapa bulan setelah rilis itu akhirnya bisa ku nikmati. Bermodalkan meminjam dan saling bertukar novel dengan adik kelasku. Dari novel hujan aku belajar hakikat menerima seperti kutipan berikut ini “Barang siapa bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia” sebaliknya. Seperti diceritakan tokoh Lail dan Esok (Soke Bahtera) seorang anak lelaki jenius yang dahulu menyelamatkannya ketika gempa terjadi. Penggalan kalimat di atas benar, dan aku setuju meski harus bersusah payah membujuk separuh hatiku yang lain untuk menyetujuinya.
Masih di bulan Juni, rampung menyelesaikan novel Hujan. Aku beringsut ke novel selanjutnya. Novel Islami karya Asma Nadia Jilbab Traveler: Love Sparks in KOREA ini kupinjam juga sama adik kelasku. Cerita perjalanan travelling Rania dengan latar berbagai negara dan benua ini selesai dalam waktu 8 hari, yang di awal bulan Juli tahun lalu diangkat ke layar lebar. Selesai dari itu, aku kembali membaca novel Tere Liye dengan judul Sepotong Hati Yang Baru. Novel berisi 8 cerita berbeda itu kelar dalam waktu  sangat singkat. Penuh akan nasihat luar biasa, sangat meremas hati dan aku sukak!. Di akhir Juni sampai pertengahan Juli aku lagi lagi membaca novel Tere Liye, Sunset & Rosie. Novel berlatar suasana senja, 425 halaman itu mampu menyihir pembaca merasakan apa yang di rasakan Tegar Karang terhadap sahabat kecilnya Rosie. Antara Cinta dan Persahabatan. Kemudian aku membaca dua novel bergenre romance yaitu Saranghae Oppa dan satu lagi aku lupa judulnya. Bercerita tentang perjuangan ksatria memperjuangan cintanya berlatar negeri tirai bamboo dan satu novel bercerita tentang memilih antara dua pilihan besar dengan latar negeri ginseng. Kedua novel tersebut sempat membuat aku bingung lantaran kisahnya mengangkat unsur De Javu. Aku menyelesaikannya keduanya kurang lebih dua minggu. Berlalu dari itu, kira-kira awal Agustus aku membaca novel karya Sylvia Plath, The Bell Jar. Kisah klasik tentang kegalauan dan penemuan jati diri dengan tokoh bernama Esther Greenwood. Gadis muda berusia sekitar 19 tahun, yang baru saja mendapat penawaran beasiswa college di New York, Amerika. Semua pengeluaran dan biaya hidup ditanggung. Masalahnya, Esther tidak merasa senang maupun bahagia dengan semua yang ia dapatkan. Hingga suatu hari, ia mengalami depresi berat dan berniat bunuh diri.
Dokumen Pribadi
 
Dokumen Pribadi
Sumber: Google
Sumber: Google
Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Sekiranya segitu yang bisa ku jelaskan dari apa yang sudah aku baca. Demi menghemat waktu membaca kalian yang mungkin sudah gelisah ini tulisan kapan berakhirnya, dan ketika ingin diakhiri masih penasaran dengan kelanjutannya, yowes kupersingkat saja dan berlanjut ke part 2 :p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar