Baca
buku, apapun genrenya itu amat sangat mengasyikan. Selain menambah wawasan
tentu juga ikut meng-update secara
langsung “kamus” kosakata itu sendiri. Melanjutkan tulisan sebelumnya yang sempat
terpotong. Mari aku ajak bersama menyusurinya.
Minggu
kedua bulan Agustus tahun 2016 lalu aku mendapat kabar dari Twitter @pidibaiq bahwa
novel Milea
telah rilis dan membuka Pre Order
1000 eksemplar untuk pembeli pertama yang
akan mendapatkan tanda tangan penulis dan CD Voor Dilan. Mengetahui kabar
tersebut, aku segera mencari toko buku online yang membuka Pre Order-nya lantas memesannya. Telat sedikit bisa kehabisan dan
betul saja dalam rentang waktu belum tujuh hari sesuai massanya, sudah sold out. Luar biasaaaa. Akhir Agustus Milea tiba di rumahku bersama sekeping lagu
kesayangannya, senang hati aku menyambutnya. Saat membuka lembar pertamanya,
lembut ku rasakan relief bertuliskan sebuah nama. Aku tersenyum. Sejurus
kemudian, di hari yang sama kubaca setiap detail isinya. Bila di novel Dilan
sebelumnya jungkir balik perasaanku dibuatnya, novel Milea menyempurnakannya.
Aku suka bagian dari bab 1 hingga bab 9 yang menceritakan Dilan kecil sampai
besar, masa-masa berpacaran dengan Milea. Disisi lain aku menyesal telah
membaca Bab 10 sampai penutup, sukses besar Pidi Baiq mengoyak-ngoyak
perasaanku. Dilan dan Milea akhirnya putus. Beberapa waktu ke depan Dilan
memiliki kekasih kembali bernama Ancika Mehrunisa Rabu siswi SMA kelas 2
sedangkan Dilan mahasiswa tingkat tiga pada saat mengenalnya. Jujur pas baca
bagian ini, aku rada mengkal haha. Sementara penjelasan di kemudian hari mereka
berpisah membuatku mengerti. Namun, tetap saja aku tidak terima keputusannya
:”). Butuh waktu untukku berlapang hati, tapi tunggu tunggu gimana dengan Dilan
dan Milea yang merasakan langsung saat itu ya?? Oh Ibu, aku tidak bisa
membayangkan sekuat apa mereka. Benar
memang quote “Perpisahan adalah upacara menyambut hari-hari penuh rindu” dan
sampai ketika aku menuliskan ini aku rindu Dilan dan Milea yang dulu, semoga
mereka selalu dalam lindungan Illahi. Aamiin. Jangan risau, bila kalian belum
puas hanya dengan menikmati sensasi membaca novelnya saja, tunggulah. Dilan
akan di angkat ke layar lebar entah kapan waktu yang tepat itu tiba. Ah, Dilan
aku rindu. Tapi katamu rindu itu berat.
Meninggalkan Milea yang
sekarang bahagia bersama Mas Herdi. Aku lanjut ke buku berikutnya. Dari Asma Nadia berjudul Antara Cinta dan Ridha Ummi, mana yang kau
pilih? Hayoloh. Buku bernuasa
kekeluargaan ini mengisahkan catatan dari anak-anak Ummi. Sambung-menyambung
menjadi rentetan cerita padu padan. Lewat 224 halamannya Asma Nadia mampu
menampilkan sosok Ibu yang menjadi panutan keluarga terutama anak-anaknya,
tempat berkeluh kesah, dan kesabarannya mendampingi anak-anaknya sungguh tiada
tara. Oh, Ibu maafkan kesalahan anak gadismu selama hidup ini :”). Usai
menuntaskan sajian dari Asma Nadia. Aku membaca novel terbitan tahun 2012,
dengan judul Cinta
Kemarin karya Dila Putri. Meski belum familiar, aku tetap menikmati suguhannya.
Bahasanya ringan dan aku suka bahan dari sampul novelnya. Kadang aku merenung,
kapan bisa melahirkan novel hasil tulisan dan pemikiran sendiri. Sampul berwarna
babyblue, cetak miring namaku, judul buku menyembul di tengah buku, lalu
terpajang rapi di rak-rak toko buku. Hmm, kelak aku akan mewujudkan salah satu
hobbyku itu *mengepalkan tangan tinggi-tinggi*. Berlalu dari itu, aku
melanjutkan ke karya Hapsari Hanggarini berjudul
Sapporo No Niji yang artinya pelangi cinta di Langgit Sapporo. Novel
ini berlatar negeri Sakura. Bercerita tentang mahasiswi asal Indonesia yang mengenyam
pendidikan di sana dan mulai menanam benih-benih cinta pada lelaki keturunan Jepang
bermata sipit, Hiroshi. Ketiga novel tersebut memakan waktu hingga satu bulan,
yang dilanjut Letter
to My Daughter dari Maya Angelou.
Penulis kelahiran St.Louis, Missouri. Buku ini berisi kumpulan prosa dan puisi
yang memuat penggalan kehidupan Maya
Angelou. Susah payah aku memahami kalimat per kalimatnya. Hingga
sekarang aku masih menyisakan beberapa halaman yang belum terjamah.
Dan waktu berjalan
bagai desingan peluru. Hari demi hari merangkai tahun. Tahun berlalu dipilin
hari. Banyak waktu telah kuhabiskan untuk menuntaskan membaca buku. Berbagai
genre. Tipis hingga tebal. Terkadang aku bisa menjadi sangat menyenangkan, di
satu waktu bisa berubah menjadi menjengkelkan, beberapa saat tergugu
menyedihkan dan itu hanya sebagian dari evek dahsyat membaca buku. Terbawa
emosi dan suasana mendalami karakter tokoh hahaha. Bagiku dengan membaca buku,
bisa sejenak melupakan kegamangan dalam hati, menyegarkan pikiran kembali,
memperbaiki mood, secara tidak langsung juga dapat rekomendasi kota atau
tempat-tempat indah haha. Lebih dari itu, pemahaman hidup yang tidak
kudapatkan, kudapati dengan membaca buku. Mengambil banyak sekali petuah sampai
aku bingung untuk mengaplikasikan yang mana lebih dahulu karena semuanya
memotivasi, bagus-bagus pula. Seperti belajar memahami tabiat dan perangai
seseorang. Berusaha bijak menyikapi persoalan hidup. Tidak gegabah mengambil
keputusan dllnya. Jadi, gimana? Sudah mulai tertarik untuk segera membaca buku?
*mengerlingkan mata*
Di
penghujung Desember 2016, aku membaca buku tebal Tentang Kamu karya Tere Liye. Cover bergambar
sepasang sepatu yang kalau diraba terasa ada butiran pasirnya itu kutamatkan
dalam waktu 2 minggu hingga awal bulan Januari 2017. Bukan karna tebalnya yang
memakan waktu, tapi mencerna kalimat per kalimatnya yang butuh berpikir keras.
Haha. Menceritakan perjalanan kehidupan Sri Ningsih, seorang anak nelayan dari
pulau Bungin. Masa ke masa diceritakan dengan alur tak terduga. Maju mundur,
sebaliknya. Dari awal cerita sampai akhir sayang untuk dilewatkan, belum lagi
banyak kejadian emosional, haru, gembira, menyesakkan yang mengundang
bulir-bulir air mata. Aku speechless
mengetahui kehidupan Sri Ningsih. Uhh, Tere Liye memang jagonya membuat pembaca
mencelos tiap kali membaca buku karyanya. Masih terngiang-ngiang kejadian pilu
Sri Ningsih, aku memutuskan untuk membaca Pudarnya Pesona Cleopatra
kepemilikan Habbiburrahman El-Shirazy mungkin
dengan cara begitu aku bisa melupakan cerita sebelumnya. Dua cerita dalam satu buku
yang tak lebih dari 110 halaman itu mampu mengguncangkan hati siapa saja yang
membacanya. Belum hilang bayangan Sri Ningsih, sudah ditambah cerita sedih
Raihana seorang istri yang suaminya mendambakan sosok istri seperti titisan
Cleopatra. Susah payah Raihana mencari-cari perhatian suaminya, namun hanya
sikap dingin dan acuh tak acuh yang ia dapati. Gereget, sebal, kesal yang
berakhir duka mendalam bagi sang suami, sebab Raihana meninggal dunia membawa
serta calon bayi di kandungannya. Jangan di tanya gimana sang suami, dia
terpukul, menyesali sikapnya. Dari novel ini bisa di petik hikmah bahwa “Kecantikan
bukan segalanya”.
Karena beberapa alasan,
tulisan ini akan aku lebih persingkat.
Usai
membaca Pudarnya Pesona Cleopatra. Aku beralih
ke novel serial Bulan dan Matahari karya Tere Liye.
Melanjutkan dari kisah sebelumnya Bumi.
Menceritakan petualangan Raib, Seli, dan Ali di kedua Klan, yaitu Klan Matahari
dan Klan Bintang. Belum berhenti di situ saja selanjutkan novel Bintang segera
rilis. Pertengahan bulan dua aku membaca dua novel Ika
Natassa, Critical Eleven (akan tayang di
bioskop tanggal 10 Mei 2017. Uh, can’t wait!!) dan The
Architecture Of Love. Penghujung bulan, aku membaca Danur karya Risa Saraswati,
novel horror yang di angkat ke layar lebar ini sukses menarik lebih dari 2 juta
penonton. Bukan main pemirsa. Kemudian membaca About
Love Tere Liye yang berisi quote-quote
cinta, ini juga isinya ngena banget. Maret 2017 lagi lagi aku membaca novel
karya Tere Liye - Eliana
(serial anak mamak) kemudian Kau, Aku, dan Sepucuk
Angpau Merah. Lain waktu akan aku resensi khusus untuk novel-novel karya
Tere Liye hehe. Masih di bulan yang sama, giliran
Garis Waktu Fiersa
Besari. Membaca bukunya, aku seakan-akan berada di posisi si penulis.
Suka sekali dengan gaya bahasanya, kata per kata yang kalau diartikan ini bikin
dada sesak, pokoknya recommended untuk pembaca yang suka baca buku tanpa banyak
dialog. Bulan April, aku membaca tulisan
karya Erisca Febriani Dear
Nathan yang kala itu sedang tayang di bioskop. Mengusung Amanda Rawles
sebagai Salma dan Jefri Nichol sebagai Nathan. Dua pemain yang menurutku
chemisterynya dapet banget di film ini. Tidak heran kalau mereka akan
dipertemukan kembali di film selanjutnya. Setelah baper-baper manja baca Dear Nathan. Aku memutuskan untuk membaca (lagi)
karya Tere Liye Daun
yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin yang kemudian hari masuk dalam
daftar favorit buku bacaanku. Entah harus menceritakan dari sudut mana, yang
jelas ini recommended banget!! Apalagi membacanya diiringi alunan Asal Kau
Bahagia, huhu merebes mili :”). Meninggalkan kisah Tania yang memutuskan pergi
menjauh dari Om Danar dan segala ingar-bingar kenangan masa lalunya. Dam dalam
Novel Ayahku (Bukan) Pembohong Tere Liye, membuat mataku berembun, kukira ini hanya
novel biasa menceritakan tentang sosok Ayah. Sayang, dugaanku salah. Garis
besar dalam novel ini mengajarkan kita tentang kesederhanaan dan kebahagiaan
sejati. Dikemas dengan kalimat-kalimat menenangkan dan menyenangkan. Hingga
tiba di halaman terakhir menimbulkan rasa rindu pada sosok Ayah tidak peduli
cerita-cerita yang beliau pernah ceritakan sungguhan atau bohong. *kemudian
mengingat kenangan bersama Ayah*. Mei baru-baru ini aku membaca karangan Bonaventura Genta dalam novel Keluarga
Tak Kasatmata dan Sabtu Bersama Bapak karya
Adhitya Mulya yang bulan tujuh tahun lalu tayang
di Bioskop.
![]() |
Dokumen Pribadi |
Nah, itulah sedikit
novel yang sudah selesai kubaca rentang waktu tahun 2016 sampai awal Mei 2017. Di tahun-tahun sebelumnya aku
juga sudah menyelesaikan beberapa buku bacaan antara lain: Berjuta Rasanya, Rindu,
Pulang, Hafalan Shalat Delisa (Tere Liye), Ayah (Andrea Hirata), Bekisar Merah,
Kubah (Ahmad Tohari),
Three Weddings and Jane Austen (Prima Santika), Prosa Layang-Layang
(Intan Kirana), Analogi
Cinta Berdua (Dara Prayoga) Pemburu Cinta (Mya Lee),
Gurun Cinta (
) dan satu dua buku lupa judulnya hehe. Sekiranya hanya sedikit yang
bisa kuceritakan mengenai buku bacaanku pada kali ini dan tentunya masih banyak
lagi buku-buku hebat lainnya yang akan segera kubaca maupun sudah masuk daftar
antrian. Aku juga mulai memasang target baca. Misal tahun lalu aku hanya
menyelesaikan 15-an buku saja, tahun ini harus melampaui target sebelumnya
bahkan lebih pada selanjutnya.
Sebelum
benar-benar mengakhiri tulisan ini. Baru-baru ini aku membaca berita berjalan
di salah satu stasiun televisi swasta. Di sana disebutkan menurut survey lembaga
organisasi dunia bahwa minat baca Negara Indonesia rendah dilampirkan dengan
presentasenya. Jujur miris dan sedih pas baca berita ini. Segitu banyak
buku-buku bacaan bagus, keren karya ribuan penulis bahkan lebih tapi tidak
berbanding lurus dengan minat pembacanya, terlepas dari keterbatasan buku di
tempat-tempat yang masih sulit dijangkau. Maka dari itu, semoga kalian-kalian
yang membaca tulisan ini tergerak dan mulai membaca buku. Beli, hadiah, pinjam
teman/pacar/saudara/ perpustakaan siapapun itu asal jangan mengambil hak orang
lain no problem. Apapun judul bukunya, kapanpun tahun terbitannya, siapapun
penulisnya tua atau muda dan tentunya siapkan waktu membacanya pagi/siang/sore/malam,
weekday or weekend it’s OK. Sibuk jadi alasan?? Hmm. Bahkan orang sibuk
sekalipun menyempatkan waktunya untuk membaca. #YukBacaBuku #BudayakanMembaca
Tidak ada komentar:
Posting Komentar