Senin, 08 Mei 2017

#YukBacaBuku Part 2



Baca buku, apapun genrenya itu amat sangat mengasyikan. Selain menambah wawasan tentu juga ikut meng-update secara langsung “kamus” kosakata itu sendiri. Melanjutkan tulisan sebelumnya yang sempat terpotong. Mari aku ajak bersama menyusurinya. 
 
Dokumen Pribadi
Minggu kedua bulan Agustus tahun 2016 lalu aku mendapat kabar dari Twitter @pidibaiq bahwa novel Milea telah rilis dan membuka Pre Order 1000 eksemplar untuk pembeli pertama yang akan mendapatkan tanda tangan penulis dan CD Voor Dilan. Mengetahui kabar tersebut, aku segera mencari toko buku online yang membuka Pre Order-nya lantas memesannya. Telat sedikit bisa kehabisan dan betul saja dalam rentang waktu belum tujuh hari sesuai massanya, sudah sold out. Luar biasaaaa. Akhir Agustus Milea tiba di rumahku bersama sekeping lagu kesayangannya, senang hati aku menyambutnya. Saat membuka lembar pertamanya, lembut ku rasakan relief bertuliskan sebuah nama. Aku tersenyum. Sejurus kemudian, di hari yang sama kubaca setiap detail isinya. Bila di novel Dilan sebelumnya jungkir balik perasaanku dibuatnya, novel Milea menyempurnakannya. Aku suka bagian dari bab 1 hingga bab 9 yang menceritakan Dilan kecil sampai besar, masa-masa berpacaran dengan Milea. Disisi lain aku menyesal telah membaca Bab 10 sampai penutup, sukses besar Pidi Baiq mengoyak-ngoyak perasaanku. Dilan dan Milea akhirnya putus. Beberapa waktu ke depan Dilan memiliki kekasih kembali bernama Ancika Mehrunisa Rabu siswi SMA kelas 2 sedangkan Dilan mahasiswa tingkat tiga pada saat mengenalnya. Jujur pas baca bagian ini, aku rada mengkal haha. Sementara penjelasan di kemudian hari mereka berpisah membuatku mengerti. Namun, tetap saja aku tidak terima keputusannya :”). Butuh waktu untukku berlapang hati, tapi tunggu tunggu gimana dengan Dilan dan Milea yang merasakan langsung saat itu ya?? Oh Ibu, aku tidak bisa membayangkan sekuat apa mereka. Benar memang quote “Perpisahan adalah upacara menyambut hari-hari penuh rindu” dan sampai ketika aku menuliskan ini aku rindu Dilan dan Milea yang dulu, semoga mereka selalu dalam lindungan Illahi. Aamiin. Jangan risau, bila kalian belum puas hanya dengan menikmati sensasi membaca novelnya saja, tunggulah. Dilan akan di angkat ke layar lebar entah kapan waktu yang tepat itu tiba. Ah, Dilan aku rindu. Tapi katamu rindu itu berat.
 
Sumber: Google

Meninggalkan Milea yang sekarang bahagia bersama Mas Herdi. Aku lanjut ke buku berikutnya. Dari Asma Nadia berjudul Antara Cinta dan Ridha Ummi, mana yang kau pilih? Hayoloh. Buku bernuasa kekeluargaan ini mengisahkan catatan dari anak-anak Ummi. Sambung-menyambung menjadi rentetan cerita padu padan. Lewat 224 halamannya Asma Nadia mampu menampilkan sosok Ibu yang menjadi panutan keluarga terutama anak-anaknya, tempat berkeluh kesah, dan kesabarannya mendampingi anak-anaknya sungguh tiada tara. Oh, Ibu maafkan kesalahan anak gadismu selama hidup ini :”). Usai menuntaskan sajian dari Asma Nadia. Aku membaca novel terbitan tahun 2012, dengan judul Cinta Kemarin karya Dila Putri. Meski belum familiar, aku tetap menikmati suguhannya. Bahasanya ringan dan aku suka bahan dari sampul novelnya. Kadang aku merenung, kapan bisa melahirkan novel hasil tulisan dan pemikiran sendiri. Sampul berwarna babyblue, cetak miring namaku, judul buku menyembul di tengah buku, lalu terpajang rapi di rak-rak toko buku. Hmm, kelak aku akan mewujudkan salah satu hobbyku itu *mengepalkan tangan tinggi-tinggi*. Berlalu dari itu, aku melanjutkan ke karya Hapsari Hanggarini berjudul Sapporo No Niji yang artinya pelangi cinta di Langgit Sapporo. Novel ini berlatar negeri Sakura. Bercerita tentang mahasiswi asal Indonesia yang mengenyam pendidikan di sana dan mulai menanam benih-benih cinta pada lelaki keturunan Jepang bermata sipit, Hiroshi. Ketiga novel tersebut memakan waktu hingga satu bulan, yang dilanjut Letter to My Daughter dari Maya Angelou. Penulis kelahiran St.Louis, Missouri. Buku ini berisi kumpulan prosa dan puisi yang memuat penggalan kehidupan Maya Angelou. Susah payah aku memahami kalimat per kalimatnya. Hingga sekarang aku masih menyisakan beberapa halaman yang belum terjamah.
 
Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Dan waktu berjalan bagai desingan peluru. Hari demi hari merangkai tahun. Tahun berlalu dipilin hari. Banyak waktu telah kuhabiskan untuk menuntaskan membaca buku. Berbagai genre. Tipis hingga tebal. Terkadang aku bisa menjadi sangat menyenangkan, di satu waktu bisa berubah menjadi menjengkelkan, beberapa saat tergugu menyedihkan dan itu hanya sebagian dari evek dahsyat membaca buku. Terbawa emosi dan suasana mendalami karakter tokoh hahaha. Bagiku dengan membaca buku, bisa sejenak melupakan kegamangan dalam hati, menyegarkan pikiran kembali, memperbaiki mood, secara tidak langsung juga dapat rekomendasi kota atau tempat-tempat indah haha. Lebih dari itu, pemahaman hidup yang tidak kudapatkan, kudapati dengan membaca buku. Mengambil banyak sekali petuah sampai aku bingung untuk mengaplikasikan yang mana lebih dahulu karena semuanya memotivasi, bagus-bagus pula. Seperti belajar memahami tabiat dan perangai seseorang. Berusaha bijak menyikapi persoalan hidup. Tidak gegabah mengambil keputusan dllnya. Jadi, gimana? Sudah mulai tertarik untuk segera membaca buku? *mengerlingkan mata*
 
Dokumen Pribadi
Di penghujung Desember 2016, aku membaca buku tebal Tentang Kamu karya Tere Liye. Cover bergambar sepasang sepatu yang kalau diraba terasa ada butiran pasirnya itu kutamatkan dalam waktu 2 minggu hingga awal bulan Januari 2017. Bukan karna tebalnya yang memakan waktu, tapi mencerna kalimat per kalimatnya yang butuh berpikir keras. Haha. Menceritakan perjalanan kehidupan Sri Ningsih, seorang anak nelayan dari pulau Bungin. Masa ke masa diceritakan dengan alur tak terduga. Maju mundur, sebaliknya. Dari awal cerita sampai akhir sayang untuk dilewatkan, belum lagi banyak kejadian emosional, haru, gembira, menyesakkan yang mengundang bulir-bulir air mata. Aku speechless mengetahui kehidupan Sri Ningsih. Uhh, Tere Liye memang jagonya membuat pembaca mencelos tiap kali membaca buku karyanya. Masih terngiang-ngiang kejadian pilu Sri Ningsih, aku memutuskan untuk membaca Pudarnya Pesona Cleopatra kepemilikan Habbiburrahman El-Shirazy mungkin dengan cara begitu aku bisa melupakan cerita sebelumnya. Dua cerita dalam satu buku yang tak lebih dari 110 halaman itu mampu mengguncangkan hati siapa saja yang membacanya. Belum hilang bayangan Sri Ningsih, sudah ditambah cerita sedih Raihana seorang istri yang suaminya mendambakan sosok istri seperti titisan Cleopatra. Susah payah Raihana mencari-cari perhatian suaminya, namun hanya sikap dingin dan acuh tak acuh yang ia dapati. Gereget, sebal, kesal yang berakhir duka mendalam bagi sang suami, sebab Raihana meninggal dunia membawa serta calon bayi di kandungannya. Jangan di tanya gimana sang suami, dia terpukul, menyesali sikapnya. Dari novel ini bisa di petik hikmah bahwa “Kecantikan bukan segalanya”.
Karena beberapa alasan, tulisan ini akan aku lebih persingkat.
 
Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Usai membaca Pudarnya Pesona Cleopatra. Aku beralih ke novel serial Bulan dan Matahari karya Tere Liye. Melanjutkan dari kisah sebelumnya Bumi. Menceritakan petualangan Raib, Seli, dan Ali di kedua Klan, yaitu Klan Matahari dan Klan Bintang. Belum berhenti di situ saja selanjutkan novel Bintang segera rilis. Pertengahan bulan dua aku membaca dua novel Ika Natassa, Critical Eleven (akan tayang di bioskop tanggal 10 Mei 2017. Uh, can’t wait!!) dan The Architecture Of Love. Penghujung bulan, aku membaca Danur karya Risa Saraswati, novel horror yang di angkat ke layar lebar ini sukses menarik lebih dari 2 juta penonton. Bukan main pemirsa. Kemudian membaca About Love Tere Liye yang berisi quote-quote cinta, ini juga isinya ngena banget. Maret 2017 lagi lagi aku membaca novel karya Tere Liye - Eliana (serial anak mamak) kemudian Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah. Lain waktu akan aku resensi khusus untuk novel-novel karya Tere Liye hehe. Masih di bulan yang sama, giliran Garis Waktu Fiersa Besari. Membaca bukunya, aku seakan-akan berada di posisi si penulis. Suka sekali dengan gaya bahasanya, kata per kata yang kalau diartikan ini bikin dada sesak, pokoknya recommended untuk pembaca yang suka baca buku tanpa banyak dialog.  Bulan April, aku membaca tulisan karya Erisca Febriani Dear Nathan yang kala itu sedang tayang di bioskop. Mengusung Amanda Rawles sebagai Salma dan Jefri Nichol sebagai Nathan. Dua pemain yang menurutku chemisterynya dapet banget di film ini. Tidak heran kalau mereka akan dipertemukan kembali di film selanjutnya. Setelah baper-baper manja baca Dear Nathan. Aku memutuskan untuk membaca (lagi) karya Tere Liye Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin yang kemudian hari masuk dalam daftar favorit buku bacaanku. Entah harus menceritakan dari sudut mana, yang jelas ini recommended banget!! Apalagi membacanya diiringi alunan Asal Kau Bahagia, huhu merebes mili :”). Meninggalkan kisah Tania yang memutuskan pergi menjauh dari Om Danar dan segala ingar-bingar kenangan masa lalunya. Dam dalam Novel Ayahku (Bukan) Pembohong Tere Liye, membuat mataku berembun, kukira ini hanya novel biasa menceritakan tentang sosok Ayah. Sayang, dugaanku salah. Garis besar dalam novel ini mengajarkan kita tentang kesederhanaan dan kebahagiaan sejati. Dikemas dengan kalimat-kalimat menenangkan dan menyenangkan. Hingga tiba di halaman terakhir menimbulkan rasa rindu pada sosok Ayah tidak peduli cerita-cerita yang beliau pernah ceritakan sungguhan atau bohong. *kemudian mengingat kenangan bersama Ayah*. Mei baru-baru ini aku membaca karangan Bonaventura Genta dalam novel Keluarga Tak Kasatmata dan Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya yang bulan tujuh tahun lalu tayang di Bioskop.
 
Sumber Google

Dokumen Pribadi

Nah, itulah sedikit novel yang sudah selesai kubaca rentang waktu tahun 2016 sampai  awal Mei 2017. Di tahun-tahun sebelumnya aku juga sudah menyelesaikan beberapa buku bacaan antara lain: Berjuta Rasanya, Rindu, Pulang, Hafalan Shalat Delisa (Tere Liye), Ayah (Andrea Hirata), Bekisar Merah, Kubah (Ahmad Tohari), Three Weddings and Jane Austen (Prima Santika), Prosa Layang-Layang (Intan Kirana), Analogi Cinta Berdua (Dara Prayoga) Pemburu Cinta (Mya Lee), Gurun Cinta (   ) dan satu dua buku lupa judulnya hehe. Sekiranya hanya sedikit yang bisa kuceritakan mengenai buku bacaanku pada kali ini dan tentunya masih banyak lagi buku-buku hebat lainnya yang akan segera kubaca maupun sudah masuk daftar antrian. Aku juga mulai memasang target baca. Misal tahun lalu aku hanya menyelesaikan 15-an buku saja, tahun ini harus melampaui target sebelumnya bahkan lebih pada selanjutnya.

Sebelum benar-benar mengakhiri tulisan ini. Baru-baru ini aku membaca berita berjalan di salah satu stasiun televisi swasta. Di sana disebutkan menurut survey lembaga organisasi dunia bahwa minat baca Negara Indonesia rendah dilampirkan dengan presentasenya. Jujur miris dan sedih pas baca berita ini. Segitu banyak buku-buku bacaan bagus, keren karya ribuan penulis bahkan lebih tapi tidak berbanding lurus dengan minat pembacanya, terlepas dari keterbatasan buku di tempat-tempat yang masih sulit dijangkau. Maka dari itu, semoga kalian-kalian yang membaca tulisan ini tergerak dan mulai membaca buku. Beli, hadiah, pinjam teman/pacar/saudara/ perpustakaan siapapun itu asal jangan mengambil hak orang lain no problem. Apapun judul bukunya, kapanpun tahun terbitannya, siapapun penulisnya tua atau muda dan tentunya siapkan waktu membacanya pagi/siang/sore/malam, weekday or weekend it’s OK. Sibuk jadi alasan?? Hmm. Bahkan orang sibuk sekalipun menyempatkan waktunya untuk membaca. #YukBacaBuku #BudayakanMembaca

Tidak ada komentar:

Posting Komentar