Selamat pagi.
Aku tahu, saat membaca cerita ini. Di tempat
kalian mungkin sedang siang, sore, atau boleh jadi malam hari. Di tempatku
ketika memulai cerita ini juga sedang pagi pukul 07.30. Di saat matahari beranjak bangkit menampakkan
lekuknya.
Bagiku pagi adalah waktu paling indah, diantara
potongan dua puluh empat jam. Melewati malam dengan mimpi – mimpi yang
menyesakan, malam – malam panjang, gerakan tubuh resah, kerinduan, dan helaan
napas tertahan.
![]() |
Sumber: twitter.com/@karizunique |
Pagi ini, entah mengapa aku ingin sekali mengulas
kisah di masa lalu. Belasan tahun silam, aku di anugerahi nikmat oleh-Nya berupa
sahabat baik. Dia adalah teman terbaikku pada masanya. Banyak hari yang kami
lewati bersama seperti, bermain bersama, pergi dan pulang sekolah bersama,
bercerita tentang banyak hal bersama. Apapun selalu bersama, yang hampir pasti
membuat kebersamaan kami menjadi lebih erat. Sampai detik ini, aku selalu ingat
kebersamaan kami, tak sepotong kejadian pun luput dari ingatan. Andai di beri
lorong waktu atau waktu bisa di putar ulang, ingin sekali aku kembali
menelusuri masa itu, masa – masa menyenangkan usia anak – anak pada zamannya.
Aku tersenyum ketika mengingat renteten peristiwa itu sampai lupa bahwa waktu
telah membawa perubahan besar dalam pertemanan kami.
Delapan tahun lalu, perhelatan perpisahan Sekolah
Dasar di gelar di sebuah Gedung Kesenian dekat dengan rumahku. Bagiku, acara
itu sekaligus menjadi momentum perpisahan pertemanan kami yang sudah terjalin
lama. Sungguh waktu menjawab sebab akibatnya di kemudian hari. Aku tidak akan menjelaskan detailnya, karna
kalian pasti akan sadar kedatangan orang baru di lingkungan baru pastilah
membawa dampak perubahan bagi seseorang. Hanya segelintir orang yang mampu
bertahan di derasnya aliran itu sendiri.
Ketika itu, usiaku menginjak 12 tahun. Dalam usia
yang sedini itu aku bisa merasakan kehilangan seseorang yang pernah dekat
denganku, itu rasanya sesak. Aku dan dirinya masih satu kota, hanya saja
berbeda dalam memilih sekolah lanjutan. Di sekolah yang baru, pada umumnya siapapun
menemukan teman – teman baru tentunya dengan sejuta cerita baru. Aku dan
dirinya berbeda sekolah, tentu kami tidak akan seperti dulu selalu bersama
pergi maupun pulang sekolah. Aku bisa mengerti, begitu pula dengan bentangan
jarak yang perlahan meluas. Awal – awal di sekolah baru aku mulai terbiasa
beradaptasi dengan teman yang lain, hanya saja terasa hambar seperti ada yang
kurang.
Sejak saat itu, hubungan pertemanan kami
merenggang entah apa sebabnya. Biarpun begitu, aku selalu menjaga silaturahmi dengan
bertegur sapa lewat jejaring social yang sedang booming kala itu. Sederhana, mulai dari menanyakan kabar, kegiatan
sekolah dsbnya. Dia memang selalu menjawab pertanyaanku namun dengan jawaban
singkat serta dingin, tanpa menanyakan sebaliknya. Berselang beberapa tahun
kemudian, tak pernah terdengar kabar darinya jika aku tidak memulai
berkomunikasi lebih dulu. Itu terjadi di tahun – tahun berikutnya. Amat
disayangkan, sahabat yang dulu dekat sekali denganku kini berubah drastis
sekali, entahlah apa yang membuatnya begitu asing kini. Sampai suatu ketika,
saat aku sedang berselancar di jejaring social, tak sengaja aku melihat
unggahan foto – foto ulang tahunnya. Riuh gegap gempita suasana pesta ulang
tahun ke 17 itu bisa kurasakan walau hanya memandangi beberapa fotonya.
Sekilas, teringat dulu setiap mendekati hari lahirnya aku selalu antusias
mencari rangkaian kata indah untuk diucapkan padanya. Kegiatan itu kulakukan
hampir tiap tahunnya. Mungkin itu hal kecil yang bisa kulakukan. Aku kembali
menatap foto –foto itu. Rupanya acara ulang tahun itu memilih nuansa pink,
terlihat dari background dinding, kue
ulang tahun dan tentunya para undangan yang cantik mengenakan gaun berumbai.
Ada rasa berdesir saat memandanginya. Terbersitlah kemudian “Hmm. Kok, aku ga diundang?” lalu ku tepis
jauh – jauh kalimat itu setelah sadar acara itu di rayakan bersama teman –
teman sekolah SMAnya di sebuah café di bilangan Bogor.
Ternyata dia masih sama cantik dan imutnya seperti
beberapa tahun lalu. Guratan wajahnya tampak sama seperti dulu kanak – kanak.
Asik melihat galeri foto perayaan ulang tahunnya, aku dikejutkan oleh satu dua
foto lebih. Dalam foto itu jelas menampilkan beberapa gadis cantik dengan gaun
pinknya sedang berjejer rapi membentuk formasi setengah lingkaran. Dugaanku ternyata
salah, dalam acara itu dia juga turut mengundang geng semasa SMPnya, dan betapa
tersentaknya aku saat menatap lamat - lamat salah satu dari mereka adalah teman
semasa SDku juga. Kebas sudah wajahku melihat foto itu, ketika mengetahui teman
SDku yang tak kusebutkan namanya diundang dalam perayaan ulang tahunnya. Tak
usahlah, aku menjelaskan apa rasanya saat itu, kalian pun tau sendiri arti kata
dari “kecewa” :’).
Sejak kejadian itu aku sadar kasta dan gaya hidup
lebih banyak mendominasi, hingga membuat jarak terbentang luas. Ah, padahal aku
amat sangat merindukannya, ingin bertemu, ingin menceritakan banyak hal, dan
ingin – ingin lainnya. Sayang, setelah dewasa kini sulit sekali untuk membuat
sebuah janji pertemuan dengannya. Padahal jarak rumah kami hanya sepelemparan
batu saja. Pernah di suatu kesempatan yang belum lama ini, aku mengajaknya
bertemu. Seperti biasa aku yang selalu menghubunginya lebih dulu. Tanpa basa –
basi aku menorehkan sepatah dua patah kata pada dinding pesannya, sebenarnya
ada rasa ragu melanda bila dia tak membalas pesanku, tapi kucoba lapang dada
apapun hasil akhirnya. Lima jam berlalu, ku dapati dia membalas pesanku.
Senang? Tentu saja itu kali pertamanya aku dan dia bertegur sapa kembali di
jejaring social semenjak dua tahun terakhir. Dalam pesannya hanya ada dua kata,
singkat sekali. Tak pakai lama, aku langsung kembali membalas pesannya berharap
dia membalasnya kembali. Malangnya, sampai detik ini pesan itu tak pernah
berbalas. Beberapa hari setelah kejadian itu, dia mengunggah foto pada akun Instagram-nya dalam foto itu dia
berdua; mungkin dengan (((sahabat karibnya sekarang))) terduduk anggun memakai busana
seirama yang sepertinya telah disepakati bersama. Sungguh teriris – iris
rasanya, belum lama aku mengajaknya bertemu, dan kini aku menyaksikan betapa dia
dengan tak berdosanya bertemu dengan seseorang lalu menggunggah fotonya di akun
Instagram pribadinya. Aku tak
mempermasalahkan dia bertemu dengan siapa saja itu haknya, tapi amat
disayangkan dia lebih memilih bertemu dengan orang lain ketimbang bertemu
denganku. Kejadian itu membuat diriku kembali tersadarkan, bahwa aku hidup di
masa lalunya, dan sekarang mungkin namaku masih terukir dibenaknya, namun title ‘sahabat’ mulai tergerus seiring
waktu berjalan. Tak usahlah, aku menjelaskan apa rasanya saat itu, kalian pun
tau sendiri arti kata dari “kecewa” :’).
Kini di tahun 2016 ini, entah apa lagi yang
harus kulakukan untuk bertemu dengannya. Segala cara sudah kucoba termasuk
menghubunginya lebih dulu, karena kutau kemungkinan kecil Dia menghubungiku
lebih dulu. Aku pikir, disini hanya aku yang memperjuangkan sebuah ‘pertemuan’
h a h a h a :’). Dalam kasus ini,
mungkin menghapus pertemanan dengannya di dunia maya jauh lebih baik. Memang
terkesan kekanak – kanakan bagi sebagian orang, tapi sejatinya itu hal terbaik
ketimbang memusuhinya. Logikanya begini, kita tahu orang yang membuat kita
terganggu dengan postingannya yang mengiris hati, tapi kita diam saja. Mungkin
itu baik untuk sebagian orang juga, tapi mereka tanpa sadar, bahwa hatinya
semakin tersayat dalam ketika melihatnya. Disini aku tak mau memperumit
keadaan, jadi kalau bagiku terasa mengganggu untuk jangka waktu yang lama ya
hapus, block, unfriends saja. Clear!!
Sebab, tak ada gunanya berteman bila tak saling
bertegur sapa, belum lagi melihatnya dalam bentuk apapun terasa menyakitkan. Sampai aku sedewasa ini, aku tak pernah
mengerti hakikat bersahabat itu seperti apa. Kata orang sahabat ialah saling
ini dan itu, panjang kali lebar. Tapi, tetap aku tak menemui artinya. Buntu.
Pada, kenyataannya yang sering aku temui, akhirnya bersahabat menelan
kekecewaan entah dari segi apapun. Tapi digaris bawahi ini tidak semuanya
terjadi.
Dalam kisah ini, aku sengaja tak menuliskan nama
atau inisialnya. Bukan atas dasar kredibilitas atau apa. Toh, ada atau pun
tidak namanya kurasa dia tak akan membaca tulisan ini. Bagaimana dia dulu
hingga kini, aku tak menyalahkan sikapnya dan akupun tak membenarkan sikapku.
Tentang pertemuan, tentang kerinduan, tentang kekecewaan, tentang persahabatan
padanya biarlah mengalir bagai air. Bertemu atau tidak nantinya kuserahkan
kepada sang Maha Pencipta karena Dialah yang membolak – balikan hati manusia.
Semoga aku dapat melewati malam dengan mimpi –
mimpi yang menyesakan, malam – malam panjang, gerakan tubuh resah, kerinduan,
dan helaan napas tertahan dengan lapang hati. Sampai detik ini aku menuliskan
kisah tersebut, aku akan dan selalu menganggapnya sebagai sahabat bagaimanapun
dia sebaliknya terhadapku :).
“Lupa dengan seseorang boleh, tapi melupakan
seseorang jangan” -AK-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar